FOTO BERSAMA

FOTO BERSAMA
Keluarga Besar Lemkari Yapalis Karate Club Krian

SELAMAT JUMPA DI BLOGGER LEMKARI YAPALIS KARATE CLUB KRIAN

ILMU BELADIRI KARATE SEJATI ( yapalis karate club )

“ Ilmu Beladiri “ dijaman sekarang telah menjadi ajang pamer kegagahan, keindahan “ Seni” dan kekuatan fisik belaka. Mereka seakan “Lupa” bahwa Inti dari belajar Beladiri adalah untuk mendapatkan “ Ilmu beladiri “ yang tidak terbatas, jangan cuma hanya pada pengertian sempit yaitu “ Ilmu berkelahi “ saja.

“ Ilmu Beladiri Karate Sejati “ memiliki makna yang sangat luas bagi kehidupan yang sedang kita jalani ini, karena didalam ilmu tersebut diajarkan bagaimana kita dapat mengalahkan tantangan-tantangan hidup yang datang dari luar yaitu : cuaca panas- dingin, mencari nafkah, kelaparan, kehausan, serangan binatang buas atau manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki rasa welas asih serta datangnya penyakit, demikian pula serangan yang datangnya dari dalam diri sendiri, seperti halnya perasaan takut, rasa cemas, frustrasi, keragu-raguan, kebencian, kemarahan, kesedihan dan kesenangan yang berlebihan.

Semua itu hanya dapat dihadapi dan ditanggulangi dengan memiliki “Ilmu Beladiri Karate Sejati “ yang berisikan tentang kesadaran sejati, sikap belas kasih, penyabar, menghormati dan menghargai orang lain, suka menolong, kejujuran, kesungguhan hati, kesetiaan, keberanian, menggunakan logika, ketegaran hati, jiwa besar dan jiwa kesatria.

Sebagai manusia yang berilmu beladiri Karate sejati dan berpengetahuan, kita harus “menghargai diri kita sendiri “, tidak benar jika kita membiarkan diri kita dianiaya baik secara fisik maupun perasaan oleh pihak lain,… “ Orang yang berjuang untuk membela dirinya sendiri dapat digolongkan sebagai orang yang sedang melaksanakan Ibadah”.


Selamat datang

LEMKARI YAPALIS KARATE CLUB KRIAN

( SIDOARJO – JAWA TIMUR – INDONESIA )

Karate adalah seni bela diri dan sistem pertahanan diri. Secara harfiah "karate-do" berarti cara dari tangan kosong, mengacu pada fakta bahwa praktisi hanya menggunakan tangan, kaki dan tubuh. Karate juga didirikan pada tradisi filosofis dan spiritual dan berkembang tidak hanya tubuh tetapi juga pikiran dan karakter.Pada akhirnya tujuan karate tidak kecakapan fisik tetapi pengembangankeseimbangan, harmoni dan semangat melalui pelatihan disiplin yang Bumiputera berupaya menumbuhkan Anda dengan kedamaian dan keutuhan karakter untuk memperkaya hari-hari kehidupan.

LEMKARI YAPALIS KARATE CLUB ini memiliki instruktur yang berpengalaman,termasuk Instruktur Kepala Sensei Rudy Purnawan ( DAN IV Karate )
Shotokan berfokus pada Kihon (dasar), Kata (bentuk) dan Kumite (sparring) untukmengembangkan berbagai teknik yang kuat dan dinamis. Karena penekanan kuat pada dasar-dasar itu adalah mudah bagi pemula untuk melatih sama dengan individu yang lebih berpengalaman.

karate Terminologi

ichi 1
ni
2
san
3
shi
4
go 5
roku
6
Shichi
7
hachi
8
ku
9
ju
10

Posisi/Sikap
zenkutsu
sikap Dachi depan
hachiji
sikap alami Dachi
kokutsu
sikap Dachi kembali
kiba
sikap Dachi kuda
sochin
sikap tidak bergerak Dachi
neko ashi
sikap Dachi kucing
shizen tai
sikap siap

Teknik Menangkis/Memblokir
age uke Menangkis/blok keatas/meningkat
ude uke Menangkis/blok lengan dari luar tengah
gedan barai
Menagkis/blok ke bawah
uchi uke
Menangkis/blok lengan dari dalam
Shuto uke
Menagkis/blok dengan pisau tangan
kakiwake uke
Menangkis/blok dua tangan memisahkan

Teknik lengan tangan
tsuki
pukulan
oi zuki
melangkah dalam pukulan
gyaku zuki
terbalik pukulan
kizami zuki
jab pukulan
nukite
pukulan tombak tangan terbuka rapat
ura-ken
lecutan/hentakan pukulan

EMPI pukulan siku

Teknik kaki
keri
tendangan
maeh geri
depan sekejap tendangan
mawashi geri
tendangan dari arah samping
yoko geri
sisi kekomi dorong tendangan
yoko geri keage
sisi sekejap tendangan
Ushiro geri
kembali tendangan

Pengartian
jo Dan
kepala tingkat
chu Dan
perut tingkat
Ge Dan lebih rendah tingkat
sanb
on kumite tiga langkah perdebatan
ippon kumite
satu langkah perdebatan
jiyu kumite
semi-bebas perdebatan

Ketentuan Lain
kihon
dasar pelatihan
kiai
semangat fokus
kime
fokus
rei
hormat

Yoi sikap alami
Yame
berhenti
mawatte
mengubah
Hajime
mulai
mokuso
meditasi
Seiza
berlutut posisi

Total Tayangan Halaman

Senin, 05 April 2010

Memasuki jalan - Kehilangan Seikat Rambut

Kelahiranku dan Restorasi Meiji terjadi pada tahun yang sama, 1868. Para pendahulu telah melihat hari yang “bercahaya” di Edo, ibu kota Shogun yang sebelumnya, yang di kemudian hari dikenal dengan Tokyo. Aku dilahirkan di distrik Yamakawa-cho, di ibu kota kerajaan di Shuri. Jika orang-orang kesulitan dengan catatan resminya, dia pastilah mengira aku dilahirkan di tahun ketiga Meiji (1870), namun kenyataan sebenarnya kelahiranku terjadi di tahun pertama pemerintahan Meiji, dan aku harus memalsukan catatan resmi kelahiranku agar diloloskan duduk mengikuti ujian sebuah sekolah kedokteran di Tokyo.

Di masa itu ada sebuah peraturan hanya bagi mereka yang lahir di tahun 1870 atau sesudahnya yang diperbolehkan untuk mengikuti ujian. Karena itu aku tidak memiliki pilihan lain kecuali memalsukan catatan resmi.karena lebih mudah dilakukan. Aneh, tidak pernah pendaftaran sampai seketat seperti hari ini.

Setelah mengubah tanggal kelahiranku, aku membayangkan duduk melakukan ujian dan selanjutnya lulus, namun (tentu saja) aku masih belum masuk ke sekolah kedokteran Tokyo.

Diantara berbagai perubahan yang dilakukan oleh Pemerintahan Meiji yang baru selama 20 tahun pertamanya adalah penghapusan rambut ikat, sebuah gaya rambut kaum laki-laki yang sudah menjadi bagian dari kehidupan tradisional Jepang yang bahkan lebih lama dari ingatan siapapun. Di Okinawa, rambut ikat tidak hanya simbol dari kedewasaan dan kejantanan tapi juga keberanian itu sendiri. Sejak adanya pengumuman resmi pelarangan rambut ikat di seluruh negeri, protespun bermunculan dari seluruh pelosok negeri tanpa kecuali. Aku merasa ada sebuah garis sejarah yang begitu kuat seperti halnya di Okinawa.

Disinilah mereka yang percaya bahwa takdir masa depan Jepang dibutuhkan untuk mengadopsi nilai-nilai barat, dengan mereka yang percaya pada pihak yang sebaliknya selalu berselisih dalam segala perubahan yang sudah ditetapkan pemerintah. Tidak (terasa langsung di Okinawa), namun tampaknya hal “gila” penghapusan rambut ikat itu menimbulkan kegemparan orang-orang Okinawa. Umumnya, orang-orang golongan shizoku (yang mempunyai hak khusus) pasti dengan keras menentang, sementara penghapusan rambut ikat yang disebut sebagai penghapusan pajak mendapat dukungan datang dari mereka yang termasuk golongan heimin (orang biasa). Di kemudian hari kelompok ini dikenal dengan Kaika-to (kelompok pencerahan) yang menjadi pendahulu Ganko-to (dibaca ; “Kelompok Keras”)

Keluargaku selama generasinya turun temurun telah bekerja pada seorang pejabat golongan bawah, dan seluruh klan tanpa ragu dan sudah jelas menentang penghapusan rambut ikat. Seperti sebuah tindakan sangat dibenci oleh setiap anggota keluargaku, sekalipun demikian aku tidak merasakan suatu perubahan atau suatu hal yang lain. Akibat tradisi seperti keluargaku, sekolah menolak murid-murid yang masih bergaya tradisional. Dan demikianlah, masa depan hidupku begitu dipengaruhi oleh sebuah rambut ikat yang begitu merepotkan.

Umumnya, tentu saja, seperti halnya yang lain, aku harus menyesuaikan, tapi sebelum kuceritakan bagaimana kisahnya, aku harus kembali ke beberapa tahun sebelumnya. Ayahku Gisu adalah pejabat kecil, dan aku hanyalah satu-satunya anaknya. Lahir prematur, aku hanyalah bayi yang sakit-sakitan, dan karena itu baik ayah dan keluarga orang tuaku sadar aku tidak akan berumur panjang. Mereka memberikan perhatian lebih padaku. Kenyataannya aku dimanjakan dan disayangi oleh kakek dan nenekku. Benar, tidak lama setelah kelahiranku aku kemudian tinggal bersama orang tua ibu, dan disana kakekku mengajarkan empat dan lima ajaran klasik tradisi Konfusianis – pelajaran penting bagi anak dari golongan Shizoku.

Selama tinggal di rumah kakekku, aku mulai masuk sekolah dasar, dan setelah suatu waktu aku menjadi teman dekat salah seorang teman sekelasku. Dan akan menjadi suatu takdir yang akan mempengaruhi seluruh hidupku (dan jauh lebih mendasar daripada rambut ikat) dimana teman sekelasku adalah anak dari Yasutsune Azato, seorang laki-laki yang paling menakjubkan di Okinawa sebagai ahli seni karate terbesar.

Master Azato termasuk salah satu dari dua golongan atas keluarga Shizoku Okinawa : Udon, yang merupakan golongan tertinggi dan sama dengan daimyo (gubernur) jika di luar Okinawa ; Tonochi yang merupakan keturunan dari pemimpin suatu kota atau desa. Azato termasuk golongan ini, keluarganya menempati posisi yang dihormati di desanya yang terletak antara Naha dan Shuri. Begitu besar pengaruh mereka hingga bahkan gubernur Okinawa tidak menganggap mereka sebagai pengikutnya melainkan sebagai teman dekat yang mempunyai derajat yang sama.

Master Azato tidak hanya menguasai seluruh seni karate seluruh Okinawa tapi juga mahir menunggang kuda, seni pedang Jepang (kendo) dan juga memanah. Lebih dari itu dia juga seorang terpelajar yang pandai. Adalah keberuntunganku berhadapan dengannya dan kemudian menerima pelajaran karateku yang pertama lewat tangannya yang luar biasa.

Pada masa itu berlatih karate dilarang oleh pemerintah, karena itu latihan dilakukan di tempat yang rahasia, dan murid-murid dilarang keras oleh gurunya untuk berkata-kata pada siapapun bahwa mereka sedang berlatih karate. Aku akan membahas ini lebih lanjut berikutnya; untuk sekarang cukup diketahui bahwa latihan karate hanya bisa dilakukan malam hari dan rahasia.

Rumah Azato jaraknya cukup jauh dari rumah kakekku, tempat dimana aku tinggal. Namun sejak antusiasku pada seni ini, tidak pernah kurasakan berjalan di malam hari terasa begitu lama. Setelah beberapa tahun berlatih kurasakan kesehatanku meningkat dengan pesat, dan sejak itu aku tidak lagi menjadi anak yang sakit-sakitan seperti sebelumnya. Aku menikmati karate, namun – lebih dari itu – aku merasa berhutang budi pada seni bela diri ini karena meningkatkan kesehatanku, dan sejak saat itu aku memutuskan untuk lebih sungguh-sungguh menjadikan karate-do sebagai sebuah jalan hidup.

Namun demikian, tidak terlintas pikiran dalam benakku bahwa karate mungkin akan menjadi sebuah pekerjaan, dan sejak kontroversi pelarangan rambut ikat telah menjadikan pekerjaan di bidang kedokteran menjadi pilihan yang mustahil bagiku. Sekarang aku mulai memutuskan jalan yang lain. Sejak kupelajari ajaran klasik Cina dari kakekku ketika masih kecil, kuputuskan menggunakan pengetahuan itu untuk menjadi seorang guru. Selanjutnya, Aku mengikuti ujian dan diberikan posisi sebagai asisten guru di sebuah sekolah dasar. Pengalaman pertamaku mengajar di kelas terjadi tahun 1888, ketika aku berumur 21 tahun.

Tapi rambut ikat masih saja dipermasalahkan, sebelum aku dijinkan menjalankan tugasku sebagai guru aku sudah harus keluar meninggalkannya. Hal ini bagiku sebenarnya masuk akal. Jepang saat itu masih menjadi negara yang penuh gejolak; perubahan besar terjadi dimana-mana dalam berbagai segi kehidupan. Aku merasa sebagai seorang guru berkewajiban untuk menolong generasi yang lebih muda, yang suatu hari akan menentukan takdir negara kita, untuk menjembatani jarak yang lebar yang memisahkan antara Jepang yang lama dan yang baru. Aku harus bisa menjadi orang yang “mengumumkan” rambut ikat tradisional kita sudah menjadi bagian dari masa lalu. Namun demikian, aku tergetar saat berpikir tentang apa yang akan dikatakan anggota keluargaku yang lebih tua.

Pada masa itu, para guru mengenakan seragam resmi (bukan seperti yang dipakai oleh murid-murid sebelum akhir masa perang), sebuah jaket berwarna gelap yang dikancingkan sampai dengan leher, kancing diberi hiasan timbul sebuah bunga ceri mekar. Tidak lama setelah memakai seragam ini, aku memotong rambut ikatku, selanjutnya aku mengunjungi orang tuaku untuk memberitahukan bahwa aku sudah dipekerjakan sebagai asisten guru di sebuah sekolah dasar.

Ayahku benar-benar tidak dapat mempercayai penglihatannya,” Apa yang telah kau lakukan pada dirimu ?” dia benar-benar marah. “Kau anak seorang samurai !”. Ibuku bahkan lebih marah daripada ayah, menolak untuk bicara denganku. Dia pergi meninggalkan rumah lewat pintu belakang, dan pergi menuju rumah orang tuanya. Aku membayangkan semua keributan ini pasti menimpa anak-anak muda saat ini sebagai sebuah tindakan yang paling konyol.

Dalam beberapa hal, walaupun orang tuaku sangat keberatan, aku memasuki pekerjaan yang telah kuikuti untuk tiga puluh tahun berikutnya. Tapi aku tidak ingin melupakan cinta sejatiku. Aku mengajar di sekolah selama siang hari, kemudian sejak karate masih dilarang, dengan sembunyi-sembunyi di malam hari menuju ke rumah Master Azato dengan membawa sebuah lentera yang redup dimana saat itu tidak ada bulan. Setiap malam aku akan berada kembali di rumah sebelum fajar. Para tetangga mengira-ngira darimana saja aku dan apa saja yang telah kulakukan. Banyak yang mengira jawaban yang mungkin dari pertanyaan itu adalah rumah bordil.

Kenyataannya tentu saja berbeda. Setiap malam di belakang rumah Azato sambil sang guru mengamati, aku berlatih sebuah kata (bentuk resmi) berulang kali, berminggu-minggu, kadang kala sampai berbulan-bulan sampai aku berhasil menguasainya sampai memuaskan guruku. Mengulang satu kata dengan berulang kali sangatlah melelahkan, bahkan kerap kali menjengkelkan dan kadang kala terkesan merendahkan. Berulang kali aku harus menjilat debu di lantai dojo atau di belakang rumah Azato. Namun latihan begitu ketat, dan tidak pernah aku dijinkan untuk berpindah ke kata yang lain hingga Azato percaya aku sudah benar-benar paham dengan apa yang telah kukerjakan.

Meskipun sudah tergolong berumur, dia selalu duduk tegak kokoh di beranda ketika kami sedang berlatih, mengenakan sebuah hakama, dengan sebuah lentera redup disampingnya. Sangat sering, aku tidak mampu melanjutkan (latihan) bahkan sampai lentera itu mati.

Sesudah mengerjakan suatu kata, aku akan menunggu keputusan langsungnya. Keputusannya selalu saja singkat. Jika dia masih tidak puas dengan teknikku, dia akan berkata,” kerjakan lagi”, atau ,”sedikit lagi!”. Sedikit lagi, sedikit lagi, begitu seringnya sedikit lagi, sampai keringatku bercucuran dan aku hampir roboh; Mengerjakan kata berulang kali adalah cara Azato untuk memberitahuku bahwa masih ada yang harus dipelajari, untuk dikuasai. Kemudian jika dia mengetahui apa yang aku kerjakan sudah memuaskan, keputusannya hanya ditunjukkan dengan satu kata, “ bagus !” Satu kata itu adalah pujian yang paling tinggi darinya. Sampai aku bisa mendengar kata-kata itu terucap darinya berulang kali, namun begitu aku tidak pernah berani memintanya untuk mulai mengajariku kata yang baru.

Namun setelah waktu latihan selesai, biasanya beberapa saat sebelum fajar, dia akan menjadi seorang guru yang berbeda. Dia akan menjelaskan esensi dari karate, atau mirip dengan orang tua yang ramah, bertanya tentang hidupku sebagai seorang guru di sekolah. Ketika malam hampir berakhir, aku akan mengambil lenteraku dan pulang ke rumah, perjalananku berakhir bersamaan dengan pandangan curiga dari para tetangga.

Tidak bisa kuabaikan keadaanku saat ini sebagai teman baik dari Azato, seorang laki-laki yang djuga dilahirkan dalam sebuah keluarga shizoku di Okinawa dan juga dikenal pandai dalam karate itu sendiri. Kadang-kadang aku berlatih dibawah pengawasan dua master, Azato dan Itosu pada waktu yang bersamaan. Dalam keadaan ini, aku akan lebih mendengarkan pada diskusi keduanya, dengan begitu akan kupelajari hal yang besar tentang seni ini dalam aspek spiritual yang sama dengan aspek fisiknya.

Jika bukan karena dua master besar ini, aku akan menjadi orang sangat berbeda hari ini. Sangat tidak mungkin bagiku untuk menunjukkan rasa penghargaanku untuk mereka yang telah mengarahkanku pada jalan yang menjadi sumber kebahagiaanku sepanjang hidup selama delapan dekade.

Tidak ada komentar: