FOTO BERSAMA
SELAMAT JUMPA DI BLOGGER LEMKARI YAPALIS KARATE CLUB KRIAN
ILMU BELADIRI KARATE SEJATI ( yapalis karate club )
“ Ilmu Beladiri “ dijaman sekarang telah menjadi ajang pamer kegagahan, keindahan “ Seni” dan kekuatan fisik belaka. Mereka seakan “Lupa” bahwa Inti dari belajar Beladiri adalah untuk mendapatkan “ Ilmu beladiri “ yang tidak terbatas, jangan cuma hanya pada pengertian sempit yaitu “ Ilmu berkelahi “ saja.
“ Ilmu Beladiri Karate Sejati “ memiliki makna yang sangat luas bagi kehidupan yang sedang kita jalani ini, karena didalam ilmu tersebut diajarkan bagaimana kita dapat mengalahkan tantangan-tantangan hidup yang datang dari luar yaitu : cuaca panas- dingin, mencari nafkah, kelaparan, kehausan, serangan binatang buas atau manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki rasa welas asih serta datangnya penyakit, demikian pula serangan yang datangnya dari dalam diri sendiri, seperti halnya perasaan takut, rasa cemas, frustrasi, keragu-raguan, kebencian, kemarahan, kesedihan dan kesenangan yang berlebihan.
Semua itu hanya dapat dihadapi dan ditanggulangi dengan memiliki “Ilmu Beladiri Karate Sejati “ yang berisikan tentang kesadaran sejati, sikap belas kasih, penyabar, menghormati dan menghargai orang lain, suka menolong, kejujuran, kesungguhan hati, kesetiaan, keberanian, menggunakan logika, ketegaran hati, jiwa besar dan jiwa kesatria.
Sebagai manusia yang berilmu beladiri Karate sejati dan berpengetahuan, kita harus “menghargai diri kita sendiri “, tidak benar jika kita membiarkan diri kita dianiaya baik secara fisik maupun perasaan oleh pihak lain,… “ Orang yang berjuang untuk membela dirinya sendiri dapat digolongkan sebagai orang yang sedang melaksanakan Ibadah”.
Selamat datang
LEMKARI YAPALIS KARATE CLUB KRIAN
( SIDOARJO – JAWA TIMUR – INDONESIA )
Karate adalah seni bela diri dan sistem pertahanan diri. Secara harfiah "karate-do" berarti cara dari tangan kosong, mengacu pada fakta bahwa praktisi hanya menggunakan tangan, kaki dan tubuh. Karate juga didirikan pada tradisi filosofis dan spiritual dan berkembang tidak hanya tubuh tetapi juga pikiran dan karakter.Pada akhirnya tujuan karate tidak kecakapan fisik tetapi pengembangankeseimbangan, harmoni dan semangat melalui pelatihan disiplin yang Bumiputera berupaya menumbuhkan Anda dengan kedamaian dan keutuhan karakter untuk memperkaya hari-hari kehidupan.
LEMKARI YAPALIS KARATE CLUB ini memiliki instruktur yang berpengalaman,termasuk Instruktur Kepala Sensei Rudy Purnawan ( DAN IV Karate )
Shotokan berfokus pada Kihon (dasar), Kata (bentuk) dan Kumite (sparring) untukmengembangkan berbagai teknik yang kuat dan dinamis. Karena penekanan kuat pada dasar-dasar itu adalah mudah bagi pemula untuk melatih sama dengan individu yang lebih berpengalaman.
karate Terminologi
ichi 1
ni 2
san 3
shi 4
go 5
roku 6
Shichi 7
hachi 8
ku 9
ju 10
Posisi/Sikap
zenkutsu sikap Dachi depan
hachiji sikap alami Dachi
kokutsu sikap Dachi kembali
kiba sikap Dachi kuda
sochin sikap tidak bergerak Dachi
neko ashi sikap Dachi kucing
shizen tai sikap siap
Teknik Menangkis/Memblokir
age uke Menangkis/blok keatas/meningkat
ude uke Menangkis/blok lengan dari luar tengah
gedan barai Menagkis/blok ke bawah
uchi uke Menangkis/blok lengan dari dalam
Shuto uke Menagkis/blok dengan pisau tangan
kakiwake uke Menangkis/blok dua tangan memisahkan
Teknik lengan tangan
tsuki pukulan
oi zuki melangkah dalam pukulan
gyaku zuki terbalik pukulan
kizami zuki jab pukulan
nukite pukulan tombak tangan terbuka rapat
ura-ken lecutan/hentakan pukulan
EMPI pukulan siku
Teknik kaki
keri tendangan
maeh geri depan sekejap tendangan
mawashi geri tendangan dari arah samping
yoko geri sisi kekomi dorong tendangan
yoko geri keage sisi sekejap tendangan
Ushiro geri kembali tendangan
Pengartian
jo Dan kepala tingkat
chu Dan perut tingkat
Ge Dan lebih rendah tingkat
sanbon kumite tiga langkah perdebatan
ippon kumite satu langkah perdebatan
jiyu kumite semi-bebas perdebatan
Ketentuan Lain
kihon dasar pelatihan
kiai semangat fokus
kime fokus
rei hormat
Yoi sikap alami
Yame berhenti
mawatte mengubah
Hajime mulai
mokuso meditasi
Seiza berlutut posisi
Total Tayangan Halaman
Senin, 05 April 2010
Tips bela diri paling praktis *** ( Y K C ) ***
Ada beberapa prinsip yang harus kita ingat dalam bela diri praktis, antara lain :
• Tidak ada aturan. Ini bukan pertandingan persahabatan di gelanggang yang menjunjung tinggi sportifitas. Tidak ada aturan bagi siapa pun yang melibatkan diri di dalamnya. Penyerang Anda tidak akan pusing memikirkan aturan, dan Anda pun sebaiknya melupakan segala aturan.
• Anda tidak perlu memikirkan nasib lawan. Orang yang menyerang Anda tiba-tiba di jalan tidak akan memikirkan keselamatan Anda. Karena itu, saya sarankan Anda mengesampingkan semua aspek moralitas barang sejenak dan memprioritaskan keselamatan pribadi di atas segalanya. Lagi pula, tidak ada jaminan Anda hanya akan diserang oleh satu orang.
• Hindari bergumul. Bergulat gaya Royce Gracie di UFC dulu memang kelihatannya keren, tapi sebaiknya jangan digunakan. Akan menjadi masalah besar jika Anda bergumul dengan lawan secara rapat, sementara ia menyimpan sebilah pisau di saku celananya. Kalau ia sempat meraih saku, tamatlah sudah. Di samping itu, bergumul dengan satu orang akan sangat membahayakan jika lawan Anda banyak. Sementara Anda bergumul dengan yang satu, datanglah yang lain. Namanya juga penjahat, tentu tidak sportif!
• Jangan terintimidasi. Jangan terpengaruh dengan suaranya yang menggelegar, kata-katanya yang kotor, wajahnya yang jelek, atau tubuhnya yang penuh tato. Anda mesti ingat bahwa manusia yang merasa perlu mengintimidasi orang lain adalah manusia yang memiliki rasa takut dalam dirinya. Andaikan ia memiliki kekuatan besar, misalnya bisa meremukkan pohon beringin, maka ia tidak akan merasa perlu mengintimidasi lawan. Sekali sentil pun musuh melayang.
• Kondisikan diri. Jangan ada keraguan. Sadarlah bahwa tidak ada pilihan selain melawan. Jika Anda masih ragu-ragu untuk melawan, maka jangan lakukan! Lawanlah jika Anda memang yakin. Jika belum yakin, maka yakinkanlah diri terlebih dahulu!
• Bersiap untuk apa pun. Namanya juga penjahat, mereka sudah terbiasa hidup curang. Anda tidak boleh berpikir bahwa mereka akan datang dengan tangan kosong hanya karena Anda tidak punya senjata. Anda pun sebaiknya berpikir dengan cara mereka. Kalau tiba-tiba ada sebatang linggis melintang di dekat kaki, mengapa harus gengsi? Ambil dan manfaatkan!
• Sadar tempat. Jangan mau didesak. Jika tempat Anda berpijak itu ramai, jangan mau dipojokkan ke tempat sepi. Tidak ada salahnya berteriak minta tolong agar penjahat itu diringkus ramai-ramai. Perhatikan keadaan sekitar. Adakah yang bisa dimanfaatkan demi keselamatan pribadi? Jika Anda yakin bisa menaklukkan mereka jika satu lawan satu, tidak ada salahnya lari ke gang yang sempit. Kalau ada tempat gelap yang berbahaya namun Anda sudah hapal luar kepala, tidak ada salahnya lari ke sana dan membereskan lawan-lawan Anda. Seluruh alam bisa digunakan sebagai senjata. Jangan ragu mendorong lawan agar jatuh ke jurang!
• Titik-titik berbahaya. Anda tidak perlu berlelah-lelah mengadu otot dengan lawan. Kalau lawan banyak, maka Anda perlu menghemat tenaga. Seranglah daerah-daerah yang berbahaya saja. Mata, kemaluan dan lutut adalah tiga titik penting yang harus Anda ingat baik-baik. Satu serangan kuat ke salah satu dari tiga titik itu sudah bisa menjamin kemenangan.
Berikut ini adalah tips-tips bela diri praktis yang bisa saya bagi. Barangkali tips-tips di bawah ini terkesan kejam, tapi beginilah keadaan di jalanan yang sebenarnya.
• Pandangan. Mata tidak boleh terfokus pada satu bagian dari tubuh lawan. Mata harus bisa melihat seluruh tubuh lawan dengan bahu sebagai titik fokusnya (meskipun tetap tidak terfokus 100% pada bahu). Melihat bahu ada manfaatnya untuk menebak serangan lawan, karena biasanya bahu akan bergerak duluan sebelum menyerang, kecuali jika ia adalah ahli bela diri yang sangat terlatih. Jika mata Anda terfokus pada tangan, maka Anda tidak akan bisa mengawasi kakinya, demikian pula sebaliknya. Seluruh gerakan lawan harus bisa terlihat. Hal ini bisa dilatih, bahkan jika lawan berjumlah lebih dari satu orang.
• Wajah lawan. Ya, sebagian besar preman memang jelek. Tapi tidak usah melihat wajahnya, karena yang menyerang adalah tangan dan kakinya, bukan wajahnya. Berhentilah menatap wajahnya. Kalau ia mendekatkan wajahnya, maka segera ambil kesempatan untuk melukai matanya.
• Emosi. Jangan terlalu percaya pada mitos Dragon Ball. Manusia yang mengamuk tidak akan bertambah kuat. Serangannya pun akan semakin ngaco. Jika lawan hanya satu, ada baiknya memprovokasi lawan, misalnya dengan meludahi mukanya atau balas memaki. Tidak ada salahnya, ini cuma psy-war. Setelah emosinya terpancing, gerakannya akan menjadi serampangan dan susah terkendali.
• Anting dan telinga. Jika lawan mengenakan anting, apalagi yang ukurannya besar, maka bersyukurlah! Lawan semacam ini mudah dihadapi jika kita tahu caranya. Cukup dengan menarik anting-anting itu sampai putus, maka dijamin ia akan bersimbah darah dan kesakitan. Tidak akan fatal sampai melenyapkan nyawanya, tapi kemungkinan besar ia akan terlalu sakit untuk meneruskan pertarungan. Siapa suruh jadi penjahat? Oya, jika tidak ada anting, daun telinga juga bisa sobek jika ditarik dengan keras. Mengapa tidak?
• Dinding atau selokan. Jika di belakang Anda ada dinding atau selokan, ada baiknya memanfaatkannya untuk membenturkan kepala lawan atau melemparnya agar jatuh. Ketika dia menyerang, manfaatkan momentumnya!
• Lutut dan kemaluan. Gunakan tendangan hanya untuk menyerang dua titik ini saja. Jika Anda menendang terlalu tinggi, lawan akan mudah menangkisnya. Sebaliknya jika Anda menendang ke bagian yang rendah, biasanya preman yang tidak terlatih bela diri tidak akan sempat mempertahankan diri. Jika lawan melakukan tendangan tinggi, tangkislah dengan tangan sambil menyerang bagian kemaluan atau kakinya yang sedang berpijak di atas tanah.
• Atas-bawah. Mata di atas, lutut dan kemaluan di bawah. Lakukanlah serangan tipuan dengan berganti-ganti antara serangan atas dan bawah. Biasanya preman bukanlah ahli bela diri. Jika kita berpura-pura akan menyerang ke arah kepalanya, paling-paling ia akan menyiapkan double cover layaknya petinju. Nah, itulah saat yang tepat untuk menyerang lutut atau kemaluan! Demikian juga jika Anda melakukan serangan tipuan ke arah lutut, dan lawan menyambutnya dengan menurunkan kedua tangannya, Anda tidak perlu ragu untuk menyerang mata atau telinga lawan.
• Tulang kering. Jangan terlalu takut pada lawan yang suka menendang. Jika ia mengumbar tendangan, dekati sedikit dan benturkan tulang keringnya dengan otot lengan atau siku Anda. Kemungkinan besar dialah yang akan mengerang kesakitan.
• Jarak. Jika jarak Anda dengan lawan cukup rapat, maka tidak bijaksana untuk memaksakan memukul dan menendang. Gunakan serangan dengan siku dan lutut. Agak jauh sedikit boleh menggunakan pukulan, sedangkan jarak yang lebih jauh lagi mengharuskan Anda menggunakan teknik tendangan. Jarak yang cocok untuk tendangan jangan digunakan untuk menyerang dengan siku, demikian pula sebaliknya.
• Sesuaikan dengan situasi. Jangan berharap akan terjadi kondisi ideal. Andalah yang harus menyesuaikan diri dengan situasi, bukan situasi yang menyesuaikan diri dengan Anda. Lakukan apa yang Anda anggap perlu untuk menyelamatkan diri. Ingat, apa pun sah dalam rangka menyelamatkan diri. Apa pun!
Bela diri Praktis *** ( Y K C ) ***
Beladiri...Terkadang mendengar kata tersebut sudah membuat sebagian orang ciut nyali atau bahkan berpikir bahwa beladiri adalah sesuatu yang sulit dan melelahkan. Padahal, menurutku, beladiri amatlah diperlukan terutama bagi kaum hawa, mengingat tingkat kriminalitas yang terus menunjukkan kenaikan dan sebagian besar korban adalah kaum perempuan.
Beladiri, yang sepertinya terlihat keras dan gagah, sebenarnya juga bisa tampil atau terlihat menarik, karenanya, beladiri juga merupakan suatu bentuk seni...dan sebagai salah satu bentuk atau bagian dari seni, beladiri terus berkembang sesuai dengan kebutuhan si pemakainya.
Berdasarkan penggunaan alat, seni beladiri bisa dikelompokkan menjadi tiga, yakni beladiri dengan senjata tajam, beladiri dengan senjata tidak tajam - seperti kayu, dan beladiri tangan kosong. Dari ketiga pembagian besar tersebut, seni beladiri masih dibagi lagi menjadi berbagai cara, jenis, aliran, dan nama. Bahkan tiap suku, ras, bangsa, bisa memiliki aliran dan jenis beladirinya masing-masing. Tak heran bila, di suatu wilayah saja bisa berkembang lebih dari 3 jenis dan aliran beladiri. Itu belum termasuk berbagai lembaga beladiri lho....Contoh dari seni beladiri tersebut adalah silat, aikido, karate, judo, wushu, jujitsu, kendo, kempo,gulat, capoeira, taekwondo, dan masih banyak lagi (gak mungkin aku sebutin semuanya...banyak banget, Bro)
Naaah...mengingat (nah lho dari tadi mengingat mulu nih) ada puluhan bahkan ratusan seni beladiri yang berkembang dalam masyarakat, dan sebagian besar diantaranya butuh waktu yang relatif lama untuk mempelajarinya, maka aku tidak akan menulis tentang masing-masing aliran dan jenisnya. Aku hanya menuliskan beberapa hal praktis tentang seni beladiri yang bisa dengan mudah dilakukan oleh siapapun tanpa harus memakan waktu yang lama...
Ada aturan yang berlaku umum dalam beladiri, yakni:
1. Jangan mencari musuh adalah aturan utama yang harus ditaati...tapi apabila sudah terlanjur ketemu musuh....ya usahakan untuk lari (hehehe). Ini tidak bercanda....lari atau ambil langkah seribu adalah jurus paling gampang dan ampuh untuk dilaksanakan....
2. Bila sudah ketemu musuh, jaga jarak aman adalah wajib dilakukan...jarak aman adalah jarak lebih dari satu meter antara dua orang yang berhadapan. Dalam jarak aman ini, orang yang di berhadapan tidak bisa saling memegang, menarik atau memukul. Karena gerakan tangan terbatas, maka dalam jarak ini, tendangan kaki adalah cara paling efektif untuk melukai seseorang. Tendangan paling efektif adalah ke titik2 lemah tubuh, yakni kepala (terutama bagian belakang kepala), wajah ( mata dan hidung), leher (tenggorokan), perut (ulu hati), dan pastinya adalah kemaluan....Satu hal yang perlu diingat adalah usahakan telapak kaki yang kena titik sasaran, dan bukan punggung kaki (atau bagian telapak kaki yang biasanya menghadap ke atas---aku gak tahu namanya...hihihi) yang cenderung lebih lemah dan mudah dipatahkan. Kalau tidak bisa menendang, gunakan alat apapun yang dipegang saat itu, misalnya payung atau tas tangan untuk memukul musuh dengan sekuat tenaga dan harus dilakukan dengan cepat supaya tidak sempat dipegang atau ditangkis oleh musuh...(butuh latihan sih)
3. Kalau ternyata kita terjebak dalam jarak pukul...ya pukul saja dengan sekuat tenaga dan secepat mungkin ke bagian terlemah tubuh (sama seperti titik sasaran tendangan di atas). Siapapun orangnya (kecuali yang biasa berlatih keras), akan kesakitan bila dipukul titik2 lemahnya...terutama mata, pangkal hidung, leher, dan kemaluan...Tangan adalah bagian tubuh yang paling banyak bisa digunakan untuk melukai orang, bisa dengan memukul, menampar, menarik, menusuk dengan jari tangan, atau mencakar...Yang paling harus diingat waktu memukul adalah pukul dengan bagian depan tangan yang terkepal erat, jangan pakai tangan terbuka, atau telapak tangan, karena tenaga yang dihasilkan kurang begitu besar. Kecuali untuk tamparan yaa.....Selain itu, lekukan antar jari tangan adalah bagian lemah yang bisa cedera parah bila terpukul. Selain pakai tangan, dalam jarak yang begitu rapat, kaki pun masih bisa digunakan untuk menyodok (pakai lutut) atau menginjak. Ada lagi yang bisa digunakan untuk melawan yakni GIGI...yup mengigit dengan keras bisa bikin lawan kesakitan lho.....apalagi kalau bisa gigit sampai berdarah atau kulit lawan terkoyak....
4. Satu lagi yang musti diingat adalah JANGAN PANIK....emang sulit sih, gimana enggak panik kalau tiba2 ada orang yang nodong pakai golok atau parang di tempat yang sepi dan gelap...hiiiiiyyyyy....tapi bagaimanapun juga PANIK tidaklah menyelesaikan masalah. PANIK bukan hanya bikin pikiran kalut, tapi juga bisa bikin lawan atau penyerang ikutan PANIK dan jadi membabi buta alias kalap....
5. BERDOA...karena hanya ALLAH YANG MAHA AKBAR yang bisa dan MAHA MELINDUNGI hambaNYA....
Naaah berhubung kantorku makin sepi dan dingin...perutku juga menjerit minta makan, jadi segini dulu deh..tulisan tentang beladiri, walaupun sebenernya masih buanyaaak buangeeet info tentang bela diri yang mudah dan cepat diterapkan oleh siapa saja....Kapan2 disambung lagi yaaa......selamat mencoba.....
Gichin Funakoshi & Masatoshi Nakayama *** ( Y K C ) ***
Harus diakui pernyataan itu tidaklah cukup menjawab alasan sebenarnya Nakayama berani menggelar kompetisi karate. Akibatnya munculah pernyataan yang serba spekulatif dari publik karate dunia. Misalnya kompetisi sebenarnya tidak lebih dari upaya Nakayama untuk mempopulerkan karate JKA keluar negeri. Seperti telah diketahui bahwa orang barat sulit menerima karate karena filosofinya yang rumit dan dinilai tidak masuk akal. Gegap gempita kompetisi karate seakan telah melupakan pandangan orang barat tentang filosofi karate. Bagi mereka karate mirip dengan olah raga seperti basket yang berusaha mencuri poin sebanyak mungkin. Sehingga jika melihat cabang JKA yang kini tersebar di luar negeri, tidak heran banyak yang mengidolakan sosok Nakayama.
- Nakayama percaya bahwa dirinya tidak pernah ingin atau telah melanggar prinsip Funakoshi meski menyebarkan semangat karate dengan jalan yang berbeda. Keyakinannya senada dengan yang pernah diungkapkan Funakoshi bahwa karate sebenarnya seni bela diri yang tidak pernah selesai. Artinya, di masa depan karate akan terus berkembang dan berubahkare na dipengaruhi oleh banyak orang dan banyak hal.
"Saat aku mati kelak, aku berharap master Funakoshi tidak akan memarahiku karena memperkenalkan karate sebagai kompetisi olah raga (sport karate). Namun kukira dia tidak akan terlalu kecewa. Dia ingin aku menyebarkan karate-do ke penjuru dunia, dan kompetisi karate telah berhasil mewujudkannya." - Masatoshi Nakayama -.
Tentang Gichin Funakoshi *** ( Y K C ) ***
Akibat kondisi fisiknya yang kurang baik, orang tuanya membawanya pada Azato dan Itosu untuk belajar karate. Selain dari mereka Funakoshi juga menerima pelajaran dari Arakaki Seisho (yang dipercaya menemukan kata unsu) dan Sokon Matsumura yang merupakan tokoh sentral dari tidak hanya 4 besar aliran karate di Jepang namun juga aliran karate lain.
Funakoshi diberikan kepercayaan oleh para tokoh bela diri di Okinawa membawa karate ke Jepang. Sekitar tahun 1916 demonstrasi pertama karate diluar Okinawa dilangsungkan. Butokuden yang saat itu adalah pusat seni bela diri dan olahraga Jepang masa itu dipilih sebagai tempat untuk melakukan demonstrasi. Namun sayang sekali demonstrasi itu tidak berlangsung sukses, hal itu karena kebanyakan orang Jepang tidak tertarik dengan bela diri tangan kosong. Karena saat itu sudah ada Naginata (bela diri bersenjata tongkat dengan pisau tajam diujungnya) dan kendo yang merupakan penerus dari teknik samurai.
Walau demikian tawaran demonstrasi berikutnya datang dari calon putra mahkota negeri Jepang yang berkunjung ke Okinawa. Dan sekitar tahun 1922 awal musim panas Funakoshi kembali melakukan demonstrasi di Tokyo atas prakarsa Menteri Pendidikan Jepang. Demonstrasi ini berjalan sukses, Jigaro Kano (salah satu pendiri Judo) sangat terkesan dengan demonstrasi itu dan meminta Funakoshi tinggal di Jepang. Sejak saat itu Funakoshi tinggal di Jepang.
Selama di Jepang Funakoshi tinggal di Suidobata, sebuah asrama kecil di Tokyo. Siang hari Funakoshi bekerja sebagai tukang kebun dan penjaga asrama. Untuk membayar makanannya, Funakoshi membujuk koki diasrama itu dan sebagai ganti diajarinya karate. Dan sejak saat itu banyak bermunculan klub karate baik di sekolah maupun universitas. Begitu antusiasnya orang-orang Jepang berlatih karate, sampai-sampai sulit ditemukan tempat kosong untuk berlatih. Tiap hari diisi dengan latihan karate di hampir seluruh pelosok Jepang.
Di Jepang langkah modernisasi karate yang dilakukan Gichin Funakoshi diantaranya tahun 1931 pengubahan huruf kanji karate yang sebelumnya lebih bermakna Cina kini dengan dialek Jepang berikut huruf kanjinya namun dengan pengucapan yang sama. Untuk penegasan pengubahan dialek dan penulisannya, dalam bukunya Karate-do Kyohan yang terbit tahun 1936 Funakoshi menggunakan perubahan ini. Selain itu juga pengubahan dan penulisan nama-nama kata yang sebelumnya masih menggunakan dialek Okinawa. Hal itu penting dilakukan agar karate dapat diterima oleh budaya Jepang. Selama di Jepang pula Funakoshi menulis buku-buku yang terkenal sampai sekarang. Setelah Karate-do Kyohan adalah buku Karate-do Nyumon yang diterbitkan tahun 1943.
Sekitar tahun 1936 (ada yang mengatakan tahun 1937, ada pula yang 1939) dojo yang pertama berdiri di Meishojuku. Murid-murid Funakoshi menganugerahkan nama Shotokan pada papan nama perguruan sebagai penghormatan dan penghargaan pada Funakoshi. Walau demikian, sebenarnya Funakoshi tidak pernah memberikan nama apapun pada alirannya. Namun sayangnya dojo ini hancur karena saat itu Jepang dilanda serangan akibat Perang Dunia II. Setelah perang tahun 1949 pengikut Funakoshi kembali bersatu, dan mendirikan sebuah wadah yang bernama Asosiasi Karate Jepang (Japan Karate Association) dengan Gichin Funakoshi sebagai instruktur kepala.
Funakoshi sangat menekankan murid-muridnya agar menguasai teknik-teknik dasar sebelum belajar tingkat lanjut. Adalah keyakinan Funakoshi bahwa karate adalah seni bela diri daripada olah raga. Bagi Funakoshi kata adalah karate. Dalam bukunya Karate-do Kyohan Funakoshi menyatakan,
’’Beberapa anak muda antusias pada karate percaya bahwa karate hanya bisa dipelajari lewat instruktur di dojo. Walaupun kebanyakan dari mereka adalah orang yang mahir teknik, tetapi bukanlah karateka sejati. Sebuah nasihat bijak berkata bahwa semua tempat dapat menjadi dojo, dan itu berarti setiap orang yang ingin mengikuti jalan karate tidak boleh lupa hal ini. Karate-do tidak hanya berlatih cara membela diri tapi juga menguasai seni untuk menjadi bagian anggota masyarakat yang baik dan jujur.’’
Hal ini juga yang mempertegas keyakinannya untuk mencari kesempurnaan karakter dari berlatih karate daripada sekedar memecahkan rekor atau prestasi. Gichin Funakoshi meninggal pada tanggal 26 April 1957.
Kebanggaan yang Membahayakan *** ( Y K C ) ***
Suatu sore, saat baru saja kulewati usiaku yang ketiga puluh, aku berjalan pulang dari Naha ke Shuri. Jalan yang kulalui begitu sepi dan semakin sepi setelah melewati Kuil Sogenji. Sepanjang jalan di sebelah kiri terbentang sebuah pemakaman, dan didekatnya terdapat sebuah kolam besar yang jauh di masa lalu digunakan para pendekar untuk memberi minum kudanya.
Di samping kolam ada sebidang tanah kosong dengan sebuah panggung dari batu ditengah-tengahnya; disinilah anak-anak muda Okinawa datang untuk menguji kekuatannya dalam pertarungan gulat. Tidak seperti biasanya, saat aku lewat beberapa anak muda tengah melakukan pertarungan gulat.
Seperti yang telah kutulis sebelumnya, gulat Okinawa sangatlah berbeda dengan apa yang dikerjakan di Jepang. Aku sangat gemar dengan olah raga itu dan (harus kuakui) mempunyai cukup rasa percaya diri. Aku berdiri dan mengamati untuk sejenak. Kemudian tiba-tiba salah satu dari mereka berteriak padaku, “Hei kau! Kemari dan cobalah! Kecuali tentu saja kau takut.”
“Benar!” teriak yang lain. “Jangan hanya berdiri dan melihat saja. Itu sangat tidak sopan!”
Aku benar-benar tidak ingin mencari masalah, karena itu aku berkata, “maafkan aku, tapi aku harus pergi sekarang,” dan mulai melangkah pergi.
“Oh tidak, kau tidak bisa pergi begitu saja!” Bersamaan dengan itu sepasang anak muda berlari mengejarku.
“Melarikan diri?” ejek salah satu dari mereka.
“Apa kau tidak punya sopan santun?” yang lain bertanya.
Bersama-sama keduanya meraih bajuku dan menyeretku ke panggung batu itu. Disana tengah duduk seorang laki-laki yang tampak lebih tua yang kupikir bertindak sebagai wasit – dan mungkin pegulat yang terkuat di kelompok ini. Tentu saja aku bisa menggunakan kemampuan yang kumiliki dan melarikan diri tanpa perlu kesakitan, namun kuputuskan untuk bergabung dalam olah raga itu. Pertarungan pertamaku, dengan yang terlihat paling lemah dari semuanya. Aku menang mudah. Anak muda yang kedua juga menjadi korban yang mudah. Dan begitu pula yang ketiga, keempat dan kelima.
Sekarang hanya tersisa dua laki-laki, salah satunya adalah wasit, dan keduanya terlihat seperti lawan yang tangguh.
“Baiklah,” kata si wasit dengan sebuah anggukan pada yang lain, “sekarang tiba giliranmu. Apa kau siap bertarung dengan orang asing ini?”
“Aku takut tidak dapat bertarung lagi,” aku menjawab. “aku rasa sudah cukup, dan aku juga yakin tidak akan menang. Permisi.”
Namun mereka mendesakku. Lawanku yang berikutnya dengan pandangan marah, mencengkeram tanganku hingga aku tidak punya pilihan untuk bertarung. Pertarungan ini juga menjadi milikku, dan dalam waktu yang cepat.
”Sekarang aku benar-benar harus pergi,” aku berkata. “Terima kasih. Permisi.”
Kali ini, tampaknya alasanku diterima. Namun saat aku mulai beranjak pergi menuju ke arah Shuri, aku mempunyai sebuah firasat akan terjadi sesuatu di tengah perjalanan. Dan ternyata aku benar, belum seberapa jauh kudengar suara dibelakangku.
Beruntung bagiku, sebelumnya saat meninggalkan Naha, aku sudah menyiapkan sebuah payung yang membantuku saat hujan.
Sekarang hujan telah berhenti, aku menggunakan payung itu sebagai tongkat untuk berjalan; ternyata payung itu juga berguna. Selanjutnya kuputuskan menggunakan payung itu sebagai senjata untuk membela diri, karena itu aku membukanya dengan cepat dan mengarahkannya kebelakang kepalaku untuk menghindari sebuah serangan dari belakang.
Baiklah, aku tidak akan membuat panjang cerita ini. Sekalipun ada tujuh atau delapan orang dalam kelompok itu, aku berhasil menghindari seluruh serangan yang ditujukan padaku, sampai akhirnya kudengar suara dari laki-laki yang lebih tua berkata, “Siapa laki-laki ini? Tampaknya dia tahu karate.”
Seranganpun dihentikan. Mereka berdiri mengelilingiku sambil menatap dengan marah, namun tidak ada serangan lagi begitu juga usaha untuk menghentikanku untuk meneruskan perjalanan lagi. Saat berjalan kembali kubaca sebuah sajak kesukaanku sambil mendengarkan suara gerakan yang mencurigakan, namun tak ada siapapun.
Saat aku tiba di Shuri, aku dipenuhi dengan penyesalan yang dalam. Kenapa aku harus terlibat dengan pertarungan gulat itu? Aku bertanya pada diriku, apakah hal itu hanya rasa ingin tahu belaka? Namun jawaban yang sebenarnya memasuki pikiranku: hal itu terjadi karena aku begitu percaya diri dengan kekuatanku. Pendeknya, hal itu adalah kebanggaan semata. Hal itu sebuah ejekan pada semangat karate-do, dan aku merasa sangat malu. Sekalipun kuceritakan kisah itu sekarang, setelah bertahun-tahun kemudian, aku masih merasa sangat malu
Jelajah Kyoto : Menikmati Festival Jion ***( Y K C )***
Salah satu kekayaan bangsa Jepang adalah beragam festival (matsuri) yang umumnya digelar setiap tahun. Perayaan itu umumnya digelar untuk memperingati momen khusus seperti musim panas, musim panen, ritual keagamaan, dan masih banyak lagi. Salah satu festival terbesar yang rutin digelar tiap tahun adalah festival Jion (ada yang menyebut Gion). Jadi ingat dengan salah satu kata Shotokan ? Anda tidak perlu heran karena masih ada hubungan dengan kata wajib Shotokan itu, meski hubungannya hanya sekedar persamaan nama. Sebenarnya ada pula biksu Budha bernama Jion, namun sangat sulit melacak kebenarannya.
Arti Jion dalam kata Shotokan sendiri bermacam-macam. Ada yang mengartikannya dengan pengampunan – lihat pada gerakan awalnya – namun ada juga yang menganggap nama kata ini berasal dari nama biksu Budha yang datang ke Okinawa. Kemudian biksu tadi mengajarkan ilmu bela dirinya pada orang-orang Okinawa, selanjutnya nama biksu tadi dijadikan sebagai nama kata. Ada juga yang menyatakan nama Jion diambil berasal dari nama kuil Budha. Dan memang, Jion adalah kata yang sarat dengan nuansa Budhisme. Bahkan dari salah satu sumber ada yang menyatakan kalau dilihat dari atas embusen (arah gerakan) kata Jion ini membentuk huruf Budha. Serba misterius memang.
Festival Jion pertama kali terjadi tahun 869 Masehi ketika bencana dan wabah penyakit melanda Kyoto. Masyarakat saat itu percaya musibah terjadi karena kemarahan dewa. Karena itu kepala pendeta Kuil Yasaka memerintahkan masyarakat untuk membuat semacam rakit kayu. Tidak sekedar membuat dan mengusung rakit kayu, masyarakat saat itu juga berdoa agar kemarahan dewa-dewa Shinto mereda. Setelah bencana berakhir, ritual itu tetap dipertahankan hingga sekarang.
Kuil Yasaka yang sebelumnya bernama Jion san (atau kuil Jion) menjadi pusat festival tahunan ini. Kuil Yasaka terletak di Kyoto yang terkenal dangan banyaknya kuil tradisional. Tidak kurang dari 1800 kuil kuno tersebar di kota kecil ini. Jika di Indonesia Kyoto kurang lebih sama seperti Jogja. Jika tertarik sejarah Jepang dan ingin melihat Jepang di masa lalu, lebih baik mengunjungi Kyoto. Kota ini terletak sekitar 200 mil arah barat dari Tokyo. Butuh waktu sekitar tiga jam perjalanan menggunakan Tokaido Shinkansen (kereta super cepat Jepang). Momen yang sangat tepat adalah saat festival Jion yang diadakan setiap bulan Juli dari tanggal 1 sampai tanggal 31.
Saat festival Jion masyarakat akan mengenakan yukata dan geta (pakaian tradisional Jepang yang umumnya dipakai saat festival). Mereka memadati jalanan kota Kyoto menyaksikan yama dan hoko yang diarak keliling kota. Yama adalah rakit kayu yang beratnya sekitar 1.200 s/d 1.600 kg (cukup berat!) dan didorong sekitar 12 s/d 14 orang. Sedang hoko adalah rakit kayu yang beratnya sekitar 12.000 kg (sangat berat!) setinggi kira-kira 6 meter dan diusung oleh sekitar 30 s/d 40 orang.
Festival ini mencapai puncaknya pada tanggal 17 yang disebut dengan Yamahoko Junko. Saat itu tidak kurang dari 25 yama dan 7 hoko dengan berbagai hiasan dan ornamen tradisional nan eksotik ditampilkan. Konon hiasan berwarna-warni itu diperoleh di abad ke 15 tidak hanya dari Jepang namun juga negara lain yaitu Turki, India, Belgia dan Persia. Masing-masing rakit didorong oleh pemuda Jepang yang mengenakan pakaian tradional. Mereka mendorong rakit dengan meneriakkan yel-yel yang khas. Diatas yama dan hoko ada sekelompok orang yang memainkan musik tradisional Jepang.
Apa yang paling menarik dari festival Jion ? Tentu saja Yama dan hoko super berat yang diarak keliling Kyoto. Momen yang sangat sayang untuk dilewatkan hingga masyarakat dan turis akan berdesakan di tepi jalan menyaksikannya. Walaupun sudah membayar tiket yang lumayan mahal (tidak kurang dari 3.000 yen), Anda tetap harus berangkat pagi-pagi agar mendapat tempat. Setelah Yamahoko Junko selesai kota Kyoto tidak akan sepi begitu saja. Masih banyak hal-hal unik lainnya seperti pasar tradional di Takashimaya dan Nishiki-Koji. Tempat-tempat ini menjual berbagai barang dan jajanan khas festival yang layak dibeli.
Yah, Kyoto benar-benar kota yang menarik. Dibanding Tokyo dan Osaka yang penduduknya super sibuk dan berjalan cepat karena dikejar waktu, Kyoto justru sebaliknya. Anda akan sering melihat penduduk setempat yang berjalan santai, padahal soal sibuk dengan Tokyo tidaklah berbeda. Disamping itu ada banyak kuil yang layak dikunjungi. Anda tidak perlu khawatir karena jarak tiap kuil umumnya tidak begitu jauh dan cukup ditempuh dengan berjalan kaki. Jika Anda lelah, tenaga dapat dipulihkan dengan mampir ke tachigui (warung tradisional ala Kyoto) yang menawarkan semangkuk soba atau udon (semacam mie) dengan cita rasa yang yang menggoda plus harga yang tidak mahal. Benar-benar pengalaman yang sangat sayang dilewatkan.
Perjumpaan dengan Seekor Ular Berbisa *** ( Y K C ) ***
Di Okinawa, ada seekor ular ganas yang sangat beracun yang bernama habu. Syukurlah, gigitannya tidak lagi menjadi hal yang menakutkan daripada ketika masa mudaku, jika seseorang sampai digigit pada tangan atau kakinya, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan hidupnya adalah segera memotongnya. Sekarang sebuah obat penawarnya yang mujarab tengah dikembangkan, tetapi harus langsung disuntikkan sesegera mungkin setelah gigitan. Habu dari Okinawa, yang panjangnya enam sampai tujuh kaki tetaplah seekor binatang buas yang harus dihindari.
Kembali ke masa lampau sebelum dikembangkannya obat penawar, pada suatu malam aku pergi ke rumah Master Azato untuk waktunya berlatih karate. Ini terjadi beberapa tahun sesudah pernikahanku, dan aku meminta anakku yang tertua yang masih disekolah dasar menemaniku dengan membawa lentera kecil yang akan menerangi jalan yang akan kami lalui di pulau ini pada malam hari.
Ketika kami berjalan melewati Sakashita, antara Naha dan Shuri, kami melewati sebuah kuil tua yang dibangun untuk menghormati dewa kuno dan untuk menyembah Dewi Pengampun, yang dalam Jepang moderen disebut Kannon. Baru saja kami melewati kuil, aku melihat samar-samar ditengah jalan sebuah benda yang pada mulanya aku kira kotoran kuda. Tetapi seiring kami berjalan semakin dekat aku sadar bahwa apa yang telah kulihat dalah sesuatu yang hidup, dan tidak sekedar hidup melainkan juga bersiap menyerang, menatap marah pada dua pengganggu.
Ketika anakku melihat dua mata yang tajam berkilau dimalam hari, dan lalu diterangi cahaya lentera, lidah merah yang tajam menjulur keluar, dia menjerit ketakutan dan melompat kearahku sambil memegang kakiku dalam ketakutannya. Dengan cepat kusembunyikan dia dibelakangku, kuambil lentera darinya dan mulai mengayunkannya pelan-pelan dari kanan ke kiri, menerangi mataku untuk mengawasi ular itu.
Aku tidak mampu, tentu saja, mengatakan berapa lama kejadian ini berlangsung, tetapi akhirnya ular itu tetap menatapku, berjalan menyusur ke kegelapan kebun kentang terdekat. Itulah saat satu-satunya aku dapat melihat betapa besar dan panjangnya habu itu.
Sebelumnya aku sudah sering melihat habu, tapi tidak hingga malam itu kulihat satu ekor yang bersiap menyerang. Sebagaimana yang diketahui orang-orang Okinawa tentang sifat ular yang berbahaya ini, aku sangat ragu jika ular ini akan menyingkir dengan begitu tenang, begitu tunduk tanpa membuat suatu serangan. Dengan sangat takut kupegang lentera didepanku saat aku berjalan mengendap-endap ke kebun mencari ular tadi.
Kemudian aku menemukan dua mata yang bersinar terkena cahaya lentera dan aku sadar ternyata habu tadi memang benar sedang menungguku. Dia sudah menyiapkan jebakannya dan sekarang menungguku untuk memasukinya. Untunglah begitu melihatku dengan lentera yang mengayun ini, ular itu membatalkan serangannya dan saat ini menyingkir demi kebaikannya kedalam kegelapan kebun itu.
Tampaknya aku telah mendapat pelajaran yang penting dari ular itu. Ketika kami melanjutkan perjalanan menuju rumah Master Azato, aku berkata pada anakku,"Kita semua tahu bahayanya habu. Tetapi saat ini hal itu tidak membahayakan. Habu yang telah kita jumpai tampaknya memahami taktik dari karate, dan ketika dia menyusur kedalam kebun itu bukanlah melarikan diri dari kita. Dia sedang menyiapkan sebuah serangan. Habu itu mengerti dengan sangat baik semangat karate"
Syarat -Syarat Bagi yang Berlatih Karate ( Y K C )
Masa muda adalah kekuatan dan keadilan. Kekuatan dirangsang oleh bu (seni bela diri) dan itu bisa menjadi hal yang baik atau kadang-kadang perbuatan jahat. Dengan demikian jika karate-do diikuti dengan benar, maka akan membentuk watak seseorang dan dia akan membela keadilan. Tetapi jika digunakan untuk tujuan jahat, maka hal itu akan merugikan masyarakat dan akan bertentangan dengan kemanusiaan.
Kekerasan digunakan sebagai sebuah pilihan akhir dimana rasa kemanusiaan dan keadilan sudah tidak mampu mengatasi, tetapi jika tinju digunakan sembarangan tanpa pertimbangan, maka yang orang yang menggunakannya akan kehilangan rasa hormat dari orang lain dan memberikan keburukan baginya, ketika dia melakukan tindakan seperti orang barbar. Kebanyakan pemuda yang bersemangat tinggi pada umumnya cenderung berbicara dan bertindak dengan tergesa-gesa, karena itu kehati-hatian sangatlah penting.
Seseorang harus memiliki kehormatan tanpa kekejaman. Seni bela diri harus memberikan seseorang akan hal ini. Seni bela diri akan mencegah seseorang untuk bertindak ceroboh yang tidak ada gunanya dan memberi kesulitan bagi orang lain. Ahli bela diri dan orang suci bisa kelihatan seperti orang dungu, jika mereka dengan congkaknya menyatakan kepada dunia bahwa mereka adalah murid pemula atau ahli bela diri.
Bertahan pada hal ini berarti kemunduran; mereka yang berpikir telah mempelajari segalanya dan menjadi pembual yang sombong memamerkan jasa mereka setelah belajar gerakan beberapa kata dan mendapatkan ketangkasan pada gerakan fisik mereka, adalah tidak pantas untuk disebut sebagai orang yang serius berlatih dalam seni bela diri.
Dikatakan bahwa seekor cacingpun setiap inci panjang tubuhnya mempunyai nyawa yang hampir satu inci pula. Dengan demikian seseorang yang terus berlatih untuk mendapatkan kemampuan dalam karate, harus lebih berhati-hati dengan tiap perkataannya. Sekali lagi, dikatakan bahwa semakin tinggi pohon, semakin kuat anginnya. Tapi apakah setiap pohon mampu bertahan melawan angin ? Sama dengan orang yang berlatih karate-do, harus menimbang sikap yang baik dan penuh kerendahan sebagai kebajikan yang tertinggi.
Mencius berkata, "Ketika langit (baca : Tuhan) ingin memberikan hal yang baik kepada seseorang, pertama-tama dia akan memberi sakit kepada hati orang itu; menyebabkan dia menggunakan tulang dan ototnya; membuat badannya menderita kelaparan; memberi kemiskinan dan mempermalukan dia. Dalam hal ini akan membangkitkan kemauannya, memperkuat sikapnya dan selanjutnya dia mampu menyelesaikan apa yang sebelumnya dia tidak sanggup menyelesaikannya."
Seorang laki-laki harus kesatria dan tidak pernah mengancam; mengalahkan tapi tidak pernah merendahkan; tidak ada tanda-tanda ketidakpantasan di tempat tinggalnya; tidak pernah ada keterpaksaan dalam kebiasaanya; sekalipun satu kesalahan kecil saja ditegur, tidak akan menuduh siapapun. Demikianlah kekuatan kemauannya.
Seorang laki-laki harus berpikiran luas dan berkeinginan kuat. Tanggung jawabnya akan berat, dan jalan yang ditempuhnya amatlah panjang. Jadikan kebajikan sebagai tugas sepanjang hidup. Ini benar-benar sebuah tugas yang sangat penting. Ini adalah usaha sepanjang hidup, benar-benar perjalanan yang sangat panjang.
Orang biasa akan menarik pedangnya ketika situasi yang menggelikan dan akan bertarung dengan mempertaruhkan hidupnya. Seorang yang luar biasa tidak akan terganggu sekalipun tiba-tiba berhadapan dengan kejadian genting yang tidak terduga, juga tidak akan marah ketika menemukan dirinya dalam situasi yang tidak dikehendakinya, dan ini karena dia mempunyai kebesaran hati dan cita-citanya yang tinggi.
Delapan pokok yang penting dalam karate :
- Pikiran sama dengan bumi dan langit.
- Irama peredaran tubuh adalah mirip dengan bulan dan matahari.
- Aturan termasuk kekerasan dan kelembutan.
- Bertindak sesuai dengan perubahan dan waktu.
- Teknik akan keluar ketika masalah sudah ditemukan.
- "Ma" membutuhkan memajukan dan memundurkan, mempertemukan dan memisahkan.
- Mata tetap waspada sekalipun pandangan berubah.
- Telinga mendengarkan dengan baik kesemua arah.
Karena itu Aku berkata : Kenali dirimu dan lawanmu; dalam seratus pertarungan kau tidak akan dalam bahaya.
Ketika kau abaikan lawanmu tapi kau kenali dirimu, kesempatanmu untuk menang atau kalah adalah sama saja.
Jika kau abaikan baik dirimu dan lawanmu, maka kau membahayakan dirimu dalam setiap pertarungan.
Untuk mendapat seratus kemenangan dalam seratus pertarungan bukanlah kemampuan yang tertinggi. Untuk menaklukkan lawan tanpa bertarung adalah kemampuan yang tertinggi.
Ketika burung pemangsa akan menyerang, mereka terbang rendah tanpa melebarkan sayapnya. Ketika hewan buas hendak menyerang, mereka merunduk rendah dengan telinganya dekat kekepalanya. Serupa, dengan orang bijak ketika akan bertindak, dia selalu terlihat lemah.
Lin Hung Nien berkata, sebuah batu tanpa air didalamnya adalah keras. Sebuah batu tanpa air didalamnya adalah padat. Jika sebuah tubuh keras dalamnya (hatinya) dan padat (kaku) luarnya, bagaimana bisa ditembus ? Jika sesuatu telah membuka, selanjutnya sesuatu itu akan diisi. Jika sesuatu memiliki setitik rongga, maka setitik air akan mengisinya.
Memasuki jalan - Kehilangan Seikat Rambut
Di masa itu ada sebuah peraturan hanya bagi mereka yang lahir di tahun 1870 atau sesudahnya yang diperbolehkan untuk mengikuti ujian. Karena itu aku tidak memiliki pilihan lain kecuali memalsukan catatan resmi.karena lebih mudah dilakukan. Aneh, tidak pernah pendaftaran sampai seketat seperti hari ini.
Setelah mengubah tanggal kelahiranku, aku membayangkan duduk melakukan ujian dan selanjutnya lulus, namun (tentu saja) aku masih belum masuk ke sekolah kedokteran Tokyo.
Diantara berbagai perubahan yang dilakukan oleh Pemerintahan Meiji yang baru selama 20 tahun pertamanya adalah penghapusan rambut ikat, sebuah gaya rambut kaum laki-laki yang sudah menjadi bagian dari kehidupan tradisional Jepang yang bahkan lebih lama dari ingatan siapapun. Di Okinawa, rambut ikat tidak hanya simbol dari kedewasaan dan kejantanan tapi juga keberanian itu sendiri. Sejak adanya pengumuman resmi pelarangan rambut ikat di seluruh negeri, protespun bermunculan dari seluruh pelosok negeri tanpa kecuali. Aku merasa ada sebuah garis sejarah yang begitu kuat seperti halnya di Okinawa.
Disinilah mereka yang percaya bahwa takdir masa depan Jepang dibutuhkan untuk mengadopsi nilai-nilai barat, dengan mereka yang percaya pada pihak yang sebaliknya selalu berselisih dalam segala perubahan yang sudah ditetapkan pemerintah. Tidak (terasa langsung di Okinawa), namun tampaknya hal “gila” penghapusan rambut ikat itu menimbulkan kegemparan orang-orang Okinawa. Umumnya, orang-orang golongan shizoku (yang mempunyai hak khusus) pasti dengan keras menentang, sementara penghapusan rambut ikat yang disebut sebagai penghapusan pajak mendapat dukungan datang dari mereka yang termasuk golongan heimin (orang biasa). Di kemudian hari kelompok ini dikenal dengan Kaika-to (kelompok pencerahan) yang menjadi pendahulu Ganko-to (dibaca ; “Kelompok Keras”)
Keluargaku selama generasinya turun temurun telah bekerja pada seorang pejabat golongan bawah, dan seluruh klan tanpa ragu dan sudah jelas menentang penghapusan rambut ikat. Seperti sebuah tindakan sangat dibenci oleh setiap anggota keluargaku, sekalipun demikian aku tidak merasakan suatu perubahan atau suatu hal yang lain. Akibat tradisi seperti keluargaku, sekolah menolak murid-murid yang masih bergaya tradisional. Dan demikianlah, masa depan hidupku begitu dipengaruhi oleh sebuah rambut ikat yang begitu merepotkan.
Umumnya, tentu saja, seperti halnya yang lain, aku harus menyesuaikan, tapi sebelum kuceritakan bagaimana kisahnya, aku harus kembali ke beberapa tahun sebelumnya. Ayahku Gisu adalah pejabat kecil, dan aku hanyalah satu-satunya anaknya. Lahir prematur, aku hanyalah bayi yang sakit-sakitan, dan karena itu baik ayah dan keluarga orang tuaku sadar aku tidak akan berumur panjang. Mereka memberikan perhatian lebih padaku. Kenyataannya aku dimanjakan dan disayangi oleh kakek dan nenekku. Benar, tidak lama setelah kelahiranku aku kemudian tinggal bersama orang tua ibu, dan disana kakekku mengajarkan empat dan lima ajaran klasik tradisi Konfusianis – pelajaran penting bagi anak dari golongan Shizoku.
Selama tinggal di rumah kakekku, aku mulai masuk sekolah dasar, dan setelah suatu waktu aku menjadi teman dekat salah seorang teman sekelasku. Dan akan menjadi suatu takdir yang akan mempengaruhi seluruh hidupku (dan jauh lebih mendasar daripada rambut ikat) dimana teman sekelasku adalah anak dari Yasutsune Azato, seorang laki-laki yang paling menakjubkan di Okinawa sebagai ahli seni karate terbesar.
Master Azato termasuk salah satu dari dua golongan atas keluarga Shizoku Okinawa : Udon, yang merupakan golongan tertinggi dan sama dengan daimyo (gubernur) jika di luar Okinawa ; Tonochi yang merupakan keturunan dari pemimpin suatu kota atau desa. Azato termasuk golongan ini, keluarganya menempati posisi yang dihormati di desanya yang terletak antara Naha dan Shuri. Begitu besar pengaruh mereka hingga bahkan gubernur Okinawa tidak menganggap mereka sebagai pengikutnya melainkan sebagai teman dekat yang mempunyai derajat yang sama.
Master Azato tidak hanya menguasai seluruh seni karate seluruh Okinawa tapi juga mahir menunggang kuda, seni pedang Jepang (kendo) dan juga memanah. Lebih dari itu dia juga seorang terpelajar yang pandai. Adalah keberuntunganku berhadapan dengannya dan kemudian menerima pelajaran karateku yang pertama lewat tangannya yang luar biasa.
Pada masa itu berlatih karate dilarang oleh pemerintah, karena itu latihan dilakukan di tempat yang rahasia, dan murid-murid dilarang keras oleh gurunya untuk berkata-kata pada siapapun bahwa mereka sedang berlatih karate. Aku akan membahas ini lebih lanjut berikutnya; untuk sekarang cukup diketahui bahwa latihan karate hanya bisa dilakukan malam hari dan rahasia.
Rumah Azato jaraknya cukup jauh dari rumah kakekku, tempat dimana aku tinggal. Namun sejak antusiasku pada seni ini, tidak pernah kurasakan berjalan di malam hari terasa begitu lama. Setelah beberapa tahun berlatih kurasakan kesehatanku meningkat dengan pesat, dan sejak itu aku tidak lagi menjadi anak yang sakit-sakitan seperti sebelumnya. Aku menikmati karate, namun – lebih dari itu – aku merasa berhutang budi pada seni bela diri ini karena meningkatkan kesehatanku, dan sejak saat itu aku memutuskan untuk lebih sungguh-sungguh menjadikan karate-do sebagai sebuah jalan hidup.
Namun demikian, tidak terlintas pikiran dalam benakku bahwa karate mungkin akan menjadi sebuah pekerjaan, dan sejak kontroversi pelarangan rambut ikat telah menjadikan pekerjaan di bidang kedokteran menjadi pilihan yang mustahil bagiku. Sekarang aku mulai memutuskan jalan yang lain. Sejak kupelajari ajaran klasik Cina dari kakekku ketika masih kecil, kuputuskan menggunakan pengetahuan itu untuk menjadi seorang guru. Selanjutnya, Aku mengikuti ujian dan diberikan posisi sebagai asisten guru di sebuah sekolah dasar. Pengalaman pertamaku mengajar di kelas terjadi tahun 1888, ketika aku berumur 21 tahun.
Tapi rambut ikat masih saja dipermasalahkan, sebelum aku dijinkan menjalankan tugasku sebagai guru aku sudah harus keluar meninggalkannya. Hal ini bagiku sebenarnya masuk akal. Jepang saat itu masih menjadi negara yang penuh gejolak; perubahan besar terjadi dimana-mana dalam berbagai segi kehidupan. Aku merasa sebagai seorang guru berkewajiban untuk menolong generasi yang lebih muda, yang suatu hari akan menentukan takdir negara kita, untuk menjembatani jarak yang lebar yang memisahkan antara Jepang yang lama dan yang baru. Aku harus bisa menjadi orang yang “mengumumkan” rambut ikat tradisional kita sudah menjadi bagian dari masa lalu. Namun demikian, aku tergetar saat berpikir tentang apa yang akan dikatakan anggota keluargaku yang lebih tua.
Pada masa itu, para guru mengenakan seragam resmi (bukan seperti yang dipakai oleh murid-murid sebelum akhir masa perang), sebuah jaket berwarna gelap yang dikancingkan sampai dengan leher, kancing diberi hiasan timbul sebuah bunga ceri mekar. Tidak lama setelah memakai seragam ini, aku memotong rambut ikatku, selanjutnya aku mengunjungi orang tuaku untuk memberitahukan bahwa aku sudah dipekerjakan sebagai asisten guru di sebuah sekolah dasar.
Ayahku benar-benar tidak dapat mempercayai penglihatannya,” Apa yang telah kau lakukan pada dirimu ?” dia benar-benar marah. “Kau anak seorang samurai !”. Ibuku bahkan lebih marah daripada ayah, menolak untuk bicara denganku. Dia pergi meninggalkan rumah lewat pintu belakang, dan pergi menuju rumah orang tuanya. Aku membayangkan semua keributan ini pasti menimpa anak-anak muda saat ini sebagai sebuah tindakan yang paling konyol.
Dalam beberapa hal, walaupun orang tuaku sangat keberatan, aku memasuki pekerjaan yang telah kuikuti untuk tiga puluh tahun berikutnya. Tapi aku tidak ingin melupakan cinta sejatiku. Aku mengajar di sekolah selama siang hari, kemudian sejak karate masih dilarang, dengan sembunyi-sembunyi di malam hari menuju ke rumah Master Azato dengan membawa sebuah lentera yang redup dimana saat itu tidak ada bulan. Setiap malam aku akan berada kembali di rumah sebelum fajar. Para tetangga mengira-ngira darimana saja aku dan apa saja yang telah kulakukan. Banyak yang mengira jawaban yang mungkin dari pertanyaan itu adalah rumah bordil.
Kenyataannya tentu saja berbeda. Setiap malam di belakang rumah Azato sambil sang guru mengamati, aku berlatih sebuah kata (bentuk resmi) berulang kali, berminggu-minggu, kadang kala sampai berbulan-bulan sampai aku berhasil menguasainya sampai memuaskan guruku. Mengulang satu kata dengan berulang kali sangatlah melelahkan, bahkan kerap kali menjengkelkan dan kadang kala terkesan merendahkan. Berulang kali aku harus menjilat debu di lantai dojo atau di belakang rumah Azato. Namun latihan begitu ketat, dan tidak pernah aku dijinkan untuk berpindah ke kata yang lain hingga Azato percaya aku sudah benar-benar paham dengan apa yang telah kukerjakan.
Meskipun sudah tergolong berumur, dia selalu duduk tegak kokoh di beranda ketika kami sedang berlatih, mengenakan sebuah hakama, dengan sebuah lentera redup disampingnya. Sangat sering, aku tidak mampu melanjutkan (latihan) bahkan sampai lentera itu mati.
Sesudah mengerjakan suatu kata, aku akan menunggu keputusan langsungnya. Keputusannya selalu saja singkat. Jika dia masih tidak puas dengan teknikku, dia akan berkata,” kerjakan lagi”, atau ,”sedikit lagi!”. Sedikit lagi, sedikit lagi, begitu seringnya sedikit lagi, sampai keringatku bercucuran dan aku hampir roboh; Mengerjakan kata berulang kali adalah cara Azato untuk memberitahuku bahwa masih ada yang harus dipelajari, untuk dikuasai. Kemudian jika dia mengetahui apa yang aku kerjakan sudah memuaskan, keputusannya hanya ditunjukkan dengan satu kata, “ bagus !” Satu kata itu adalah pujian yang paling tinggi darinya. Sampai aku bisa mendengar kata-kata itu terucap darinya berulang kali, namun begitu aku tidak pernah berani memintanya untuk mulai mengajariku kata yang baru.
Namun setelah waktu latihan selesai, biasanya beberapa saat sebelum fajar, dia akan menjadi seorang guru yang berbeda. Dia akan menjelaskan esensi dari karate, atau mirip dengan orang tua yang ramah, bertanya tentang hidupku sebagai seorang guru di sekolah. Ketika malam hampir berakhir, aku akan mengambil lenteraku dan pulang ke rumah, perjalananku berakhir bersamaan dengan pandangan curiga dari para tetangga.
Tidak bisa kuabaikan keadaanku saat ini sebagai teman baik dari Azato, seorang laki-laki yang djuga dilahirkan dalam sebuah keluarga shizoku di Okinawa dan juga dikenal pandai dalam karate itu sendiri. Kadang-kadang aku berlatih dibawah pengawasan dua master, Azato dan Itosu pada waktu yang bersamaan. Dalam keadaan ini, aku akan lebih mendengarkan pada diskusi keduanya, dengan begitu akan kupelajari hal yang besar tentang seni ini dalam aspek spiritual yang sama dengan aspek fisiknya.
Jika bukan karena dua master besar ini, aku akan menjadi orang sangat berbeda hari ini. Sangat tidak mungkin bagiku untuk menunjukkan rasa penghargaanku untuk mereka yang telah mengarahkanku pada jalan yang menjadi sumber kebahagiaanku sepanjang hidup selama delapan dekade.
MENYADARI SEBUAH OMONG KOSONG
Suatu ketika, sebagai contoh, aku mendengar seseorang yang berprofesi sebagai seorang ahli (bela diri) bercerita pada pendengarnya yang terkesima,”Dalam karate kita memiliki kata yang disebut nukite. Hanya menggunakan lima jari dari satu tangan, seseorang dapat menembus kedalam tulang rusuk lawannya, memegang tulang-tulangnya dan menarik keluar dari tubuhnya. Ini, tentu saja,” orang yang disebut sang ahli melanjutkan,”sebuah kata yang amat sulit untuk dikuasai. Seseorang harus berlatih untuk itu dengan menusukkan jari-jari kedalam satu bejana penuh berisi kacang setiap hari selama berjam-jam, hingga ratusan kali. Awalnya jari-jari akan terluka karena latihan, dan tangan akan berdarah. Kemudian, lama-lama darah membeku, bentuk jari-jari akan berubah aneh.”
“Umumnya rasa sakit akan menghilang. Kemudian kacang didalam bejana harus diganti dengan pasir. Untuk pasir tentu saja lebih keras dan jari-jari akan menghadapi tantangan yang lebih keras. Meski begitu, sejalan dengan proses latihan, jari-jari biasanya menembus pasir dan mencapai dasar bejana. Setelah berlatih dengan pasir, latihan dilanjutkan dengan batu kerikil. Sampai disini setelah latihan yang lama barulah keberhasilan dicapai. Akhirnya berlatih dengan butir logam. Pada akhirnya dengan latihan yang lama dan keras, jari-jari akan menjadi cukup kuat tidak hanya untuk menghancurkan papan kayu yang tebal namun juga menghancurkan sebuah batu keras atau meremukkan tubuh seekor kuda.”.
Tidak diragukan lagi kebanyakan dari mereka mendengar akan hal ini menjadi percaya begitu saja. Banyak dari mereka yang berlatih karate masih saja memilih, untuk satu atau alasan yang lain, percaya pada mitos semacam itu. Sebagai contoh, seseorang yang tidak begitu paham dengan seni karate berkata pada seorang yang mahir,” aku tahu kau berlatih karate. Tunjukkan padaku, apakah kau benar-benar bisa menghancurkan sebuah batu besar dengan jari-jarimu? Bisakah kau benar-benar melubangi perut orang dengan tanganmu ?”
Haruskah sang ahli menjawab apakah salah satu atau kedua-duanya dari aksi itu benar-benar mungkin, dia akan mengatakan tidak lebih dari kebenaran yang sesungguhnya. Namun ada beberapa ahli atau orang yang menganggap dirinya ahli mengangkat bahu dengan entengnya dan berkata,” Yah, kadang-kadang aku bisa melakukannya”. Hasilnya, orang awam akan salah paham dan benar-benar terpengaruh tentang seni karate. Mereka akan penasaran antara takut dan takjub, mungkinkah si ahli telah mendapatkan kekuatan diluar batas manusia biasa.
Kenyataannya para antusias karate yang begitu berlebihan dan benar-benar menyesatkan tentang seni bela diri ini adalah orang yang pandai bicara, cukup benar, dan dia akan benar-benar berhasil memberi takjub pendengarnya dan meyakinkan mereka bahwa karate adalah sesuatu yang menakutkan. Namun apa yang dikatakannya adalah benar-benar keliru, dan lebih jauh dia mengetahuinya. Sebagaimana mengapa dia melakukannya – terdengar menarik.
Barangkali, jauh dimasa lampau, ada seorang ahli karate yang mampu melakukan aksi menakjubkan seperti itu. Tentang hal itu aku tidak mampu membuktikan, namun aku dapat meyakinkan para pembaca sejauh pengetahuanku. Tidak ada manusia yang pernah hidup dimana, sekalipun dia mungkin saja telah berlatih dan terlatih, mampu melampaui kekuatan manusia secara alami.
Ada juga ahli yang selalu mengatakan,”Dalam karate,” mereka berkata, “Sebuah pegangan yang kuat adalah penting. Untuk mencapainya seseorang harus berlatih selama berjam-jam. Cara terbaiknya adalah menggunakan ujung-ujung jari dan kedua tangan, untuk mengangkat dua ember timba yang berat, lebih baik jika berisi penuh dengan sesuatu seperti pasir, dan mengayunkan memutar berulangkali. Seseorang yang yang telah memperkuat pegangannya sekuat mungkin dengan cara ini mampu menarik daging lawan keluar dengan mudah dari tulangnya”.
Benar-benar omong kosong! Suatu hari orang seperti ini datang ke dojoku dan menawarkan untuk mengajariku bagaimana menarik daging keluar dari tulangnya. Aku memohon padanya untuk menunjukkannya padaku, akan tetapi meledaklah tawaku ketika dia setidaknya berhasil mencubit sedikit kulitku bahkan tanpa meninggalkan bekas biru atau kehitaman.
Sekarang, sudah tidak diragukan lagi bahwa pegangan yang kuat adalah keuntungan besar bagi para praktisi karate. Aku ingat dengan seorang laki-laki yang sanggup memutari rumahnya di Okinawa dengan bergantung di sepanjang atap. Tidak bermaksud melebih-lebihkan, sejak orang-orang menyadari bagaimana bentuk rumah-rumah di Okinawa.
Aku telah melihat sendiri bagaimana Master Itosu meremukkan batang bambu tebal dengan tangan kosongnya. Ini mungkin saja tampak sebagai atraksi yang luar biasa, tapi adalah keyakinanku jika pegangannya yang luar biasa kuat adalah anugerah yang sudah alami, tidak hanya diperoleh lewat latihan, untuk memperoleh kekuatan yang luar biasa, dia hanya dapat sekuat itu dan tidak akan lebih jauh lagi. Ada batas kekuatan fisik manusia yang tidak seorangpun mampu melampauinya.
Sementara benar bahwa ada seorang ahli karate yang mempunyai tenaga untuk memecahkan sebuah papan yang tebal, atau beberapa lapis genteng dengan sekali serangan tangannya, Aku menjamin pada para pembacaku bahwa setiap orang mampu melakukan hal yang sama setelah melalui latihan yang cukup. Tidak ada yang luar biasa dari hal semacam itu.
Sesuatu yang juga tidak menunjukkan dari semangat karate sejati ; adalah sekedar demonstrasi dari kekuatan seseorang yang didapat melalui berlatih. Tidak ada yang misterius tentang itu. Sering aku ditanya oleh orang-orang yang tidak tahu dengan karate, apakah peringkat yang didapat orang yang berlatih bergantung dari jumlah genteng atau papan yang berhasil dihancurkannya dalam sekali serangan tangannya. Tentu saja, dalam hal ini tidak ada hubungan antara keduanya. Sejak karate sebagai salah satu seni bela diri yang telah diperbaiki.
Beberapa orang yang berlatih karate yang bermulut besar tentang berapa banyak papan atau genteng yang bisa dipecahkannya dengan tangan kosong, atau menyatakan mampu menarik daging dari tulangnya atau menarik tulang dari tubuh, adalah orang yang tahu sedikit saja tentang apakah karate itu sesungguhnya.
SEPERTI BULAN SEPARUH
Hangetsu adalah salah satu dari 15 kata yang dibawa oleh Gichin Funakoshi saat memperkenalkan karate ke Jepang. Hangetsu adalah kata yang sangat tua bahkan ketika di Okinawa. Nama Hangetsu sendiri berarti bulan separuh, dimana nama ini berasal dari dua huruf kanji yang membentuknya. Huruf kanji “han” berarti setengah atau separuh sedangkan huruf kanji “getsu” berarti bulan. Nama Hangetsu diberikan Funakoshi setelah dirinya melihat teknik tangan setengah melingkar pada kata ini.
Menurut legenda kata ini berasal dari tarian tradisional Cina, namun ada pula yang menyebutkan kata ini murni dari teknik bela diri Cina. Hangetsu nama aslinya adalah Seisan/Seishan yang berarti 13. Sampai kini masih ada yang tetap mempertahankan nama Seisan seperti Goju-ryu dan Seishan seperti Wado-ryu. Terkesan tidak ada bedanya bukan ? Namun itulah kenyataannya. Funakoshi dalam buku Renten Goshin Karate Jutsu bahkan menyebutnya dengan Sehshan. Mungkinkah Funakoshi keliru lafal dan tulisannya ? Tidak bisa dipastikan, namun banyak yang menduga Funakoshi merujuk pada nama yang digunakan Wado-ryu yaitu Seishan.
Ada pula teori yang menyebutkan asal Hangetsu setelah seorang ahli bela diri Cina bernama Seisan/Seishan menunjukkan kebolehannya di Okinawa. Namun karena tidak didukung bukti literatur yang kuat, maka teori ini tidak banyak yang menerima. Diduga awal kemunculannya kata ini di daerah Naha. Namun tahun 1867 Arakaki Seisho pernah mendemonstrasikan kata ini di hadapan sekelompok prajurit Cina. Seperti umumnya teknik dari Naha, Seisan/Seishan tampil dengan berbagai teknik pernapasan.
Dibandingkan kata Shotokan lainnya yang didominasi teknik cepat dan variasi lompatan, Hangetsu tampil sebaliknya. Variasi pernapasan disertai gerakan yang lambat pada awal kata ini adalah teknik yang sangat jarang dalam kata Shotokan. Tampaknya latihan hara (perut) sangat diutamakan dalam kata ini. Sekilas sangat mirip dengan kata Sanchin dari Goju-ryu.
Dapat disimpulkan adanya teknik pernapasan ini menunjukkan bahwa kata ini bukan kata Shotokan yang orisinil. Contoh lainnya adalah Nijushiho dan Unsu yang didalamnya juga memuat teknik pernapasan walaupun hanya dua atau tiga gerakan. Dan memang benar keduanya bukan milik Shotokan, melainkan Shito-ryu yang memegang versi asli kata ini. Versi milik Shotokan tampaknya telah mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan teknik-teknik dalam aliran ini.
Walau banyak perdebatan disana – sini (bahkan hingga saat ini) berkaitan sumber kata ini, tidak dapat dipungkiri bahwa Hangetsu telah menjadi salah satu kata dalam Shotokan
KATA ORIGINAL SKIF - Niju Hachi Ho
Sukses itu juga tidak lepas dari Kanazawa yang terus melakukan promosi dengan berbagai coaching clinic (seminar dan pelatihan) serta eksibisi yang terus dilakukannya diluar negeri. Nama Kanazawa sebagai salah satu praktisi karate paling berpotensi agaknya juga mempengaruhi popularitas SKIF. Tidak berlebihan, karena sejak dulu hingga sekarang Kanazawa telah diakui mempunyai kecerdasan yang berbeda dengan rekannya sesama instruktur JKA. Meski sudah tidak muda lagi, Kanazawa masih saja antusias dan inovatif dengan karate. Bahkan Kanazawa sekarang telah membuat gerakan kata baru diluar 26 kata Shotokan klasik.
Niju Hachi Ho adalah salah satu kata baru yang diperkenalkan Kanazawa dalam SKIF. Meski demikian, kabarnya Kanazawa sudah pernah memperlihatkan kata ini sekitar tahun 1996 silam saat berkunjung ke Italia. Namun ketika itu Kanazawa tidak mengajarkannya karena hanya bersifat eksibisi saja. Nama Niju Hachi Ho terdengar familiar? Tentu saja, karena mirip dengan kata Shotokan lainnya yaitu Niju Shi Ho. Secara garis besar keduanya ternyata sangat berbeda. Meski begitu beberapa gerakan Niju Shi Ho juga ada pada Niju Hachi Ho. Salah satunya adalah mawashi uke (tangkisan melingkar) dipadu dua pukulan yang sama persis dengan Niju Shi Ho. Saat ini Niju Hachi Ho sangat populer dikalangan anggota SKIF yang senior. Bahkan kata ini telah diakui dan digunakan SKIF sebagai salah satu kata yang dipertandingkan.
Jika Niju Shi Ho berarti 24 langkah, maka Niju Hachi Ho berarti 28 langkah (Shi = 4, Hachi = 8). Meski menyandang nama “28”, gerakan kata ini tampil lebih panjang dan berat. Di salah satu newsletter terbitan SKIF disebutkan bahwa Niju Hachi Ho dikembangkan dari teknik Cina Bangau Putih yang juga populer di Okinawa. Selanjutnya dijelaskan juga bentuk yang dilatih dalam SKIF sedikit berbeda dengan versi Shito-ryu yang bernama Nipaipo. Sayangnya dalam newsletter itu tidak dijelaskan hubungan antara Nipaipo dan Niju Hachi Ho. Hal menarik lainnya, beberapa teknik Niju Hachi Ho juga mirip dengan kata Hakkaku. Kata yang terinspirasi langsung dari gaya burung bangau ini memang sangat jarang terdengar. Konon Kenwa Mabuni (Shito-ryu) mempelajarinya dari orang Cina bernama Go Kenki.
Tidak diragukan lagi dalam Niju Hachi Ho mayoritas tekniknya bukan berasal dari Shotokan. Anda akan menemukan gerakan dari kata Nipaipo dan Kururunfa milik Shito-ryu. Selain itu kuda-kuda mirip pegulat sumo (shiko dachi) yang banyak diaplikasikan kata Seienchin juga tampil disini. Sekedar informasi, bahwa dalam SKIF ternyata juga mengerjakan kata Seienchin dan Seipai diluar kata Shotokan yang standar. Informasi ini cukup mengejutkan memang, namun melihat gaya Kanazawa yang suka keluar masuk dojo karate aliran lain, hal ini dapat dimaklumi. Hal itu terungkap dari wawancara yang dilakukan dengannya. Dari situ Kanazawa tampaknya mengadopsi beberapa kata aliran lain dan disesuaikan dalam organisasinya.
Mungkin sebagian dari Anda telah mengetahui bahwa Kanazawa juga sudah lama mempelajari Tai Chi. Dalam beberapa tulisan di buku dan wawancara dengannya, Kanazawa menjelaskan betapa banyak manfaat Tai Chi yang diperolehnya (terutama teknik pernapasan). Hal inilah yang kemudian diimplementasikan Kanazawa dalam Niju Hachi Ho. Gerakan tangan yang lembut dipadu dengan pernapasan akan sangat kentara di tengah-tengah kata ini. Meski terbilang unik atau aneh, bentuk gerakan seperti ini sebetulnya bukanlah hal baru. Kita ambil contoh kata Unsu Shotokan, jika Anda cukup jeli sebenarnya ada teknik “lembut” mirip Tai Chi yang ditampilkan perguruan karate yang berafiliasi dengan SKIF.
SKIF menggolongkan Niju Hachi Ho benar-benar sebagai kata tingkat lanjut. Sebab dari tekniknya kata ini bervariasi baik kuda-kuda, perputaran tubuh, teknik bertahan dan menyerang balik ke sasaran yang berbeda. Dari segi resikonya, SKIF menyatakan Niju Hachi Ho sangat berbahaya digunakan untuk pertarungan sebenarnya. Bahkan SKIF menjelaskan kata ini sudah cukup berbahaya walau hanya digunakan dalam latihan aplikasi (bunkai). Argumen itu sebenarnya kurang tepat, karena jika dipikirkan semua kata tingkat lanjut (bukan hanya Shotokan) mayoritas memuat teknik yang berbahaya jika dipelajari pemula.
Tahun 2005 Kanazawa dan Rising Sun Productions meluncurkan sebuah DVD karate. Salah satunya berjudul “Mastering Karate”, dimana dalam video itu Kanazawa melibatkan anaknya yaitu Nobuaki Kanazawa dan beberapa instruktur senior SKIF lainnya memperagakan kihon dan kumite. Selain itu gerakan kata dari SKIF termasuk Niju Hachi Ho juga ditampilkan oleh Hirokazu Kanazawa berikut aplikasinya.
Walaupun banyak yang antusias dengan dirilisnya DVD itu, namun ada juga yang mengkritiknya. Salah satunya adalah harga yang dinilai terlalu mahal untuk sebuah DVD karate dengan isi yang tidak lebih dari sebuah upgrade yaitu kata Niju Hachi Ho. Namun bagi mereka yang mengidolakan Kanazawa (mungkin Anda juga) mempelajari kata yang diciptakan oleh sang maestro ini sebetulnya bukanlah hal buruk. Namun karena Niju Hachi Ho tidak dapat digunakan dalam turnamen resmi WKF, tentu sudah menjadi alasan cukup untuk tidak mempelajarinya
KISAH NAKAYAMA DAN ULAR BERBISA
Suatu hari Sensei Nakayama mengajakku menemaninya berkunjung ke Thailand untuk memperkenalkan seni karate. Sebelumnya sebuah undangan untuk mengajar telah sampai, karena itu kami berencana pergi selama dua bulan untuk mengajar, bersantai sambil mempelajari tentang negara itu .
Di Thailand kami melihat banyak hal, dan kami sangat menikmatinya. Salah satu pertunjukan jalanan yang terkenal di Thailand adalah pertarungan antara ular kobra melawan musang. Tontonan itu tersedia setiap hari, dan bagi penduduk lokal sangatlah menarik. Tentu saja Sensei Nakayama takut dengan ular, awalnya dia tidak berani melihat tontonan itu dari dekat. Namun kukatakan padanya,”Sensei, kita disini hanya sebentar. Kita harus mengambil beberapa gambar dari tontonan ini karena kita tidak akan melihat Thailand lagi”.
Begitulah, akhirnya dia merogoh kameranya dan mendekati pertunjukan yang sedang berlangsung. Dia berdiri sejauh-jauhnya dari ular itu sambil sedikit membungkuk untuk mengambil gambar. Sementara itu, disisinya ada sebuah keranjang yang berisi ular. Tanpa diketahui oleh Sensei Nakayama seekor ular muncul dan merayap mendekatinya. Dirinya saat itu benar-benar fokus mengambil gambar hingga tidak menyadari ular lain tengah mendekatinya. Aku berkata,”Sensei, hati-hati dengan ular itu, dia sedang menuju kearahmu. Dengan terlihat sedikit kesal dia hanya melambaikan tangannya padaku agar sabar menunggu. Aku berkata lagi,”tidak Sensei, ada ular sedang mendekatimu”. Tiba-tiba dia melihat kebawah dan terlihat olehnya seekor ular kobra besar nyaris saja mematuknya. Sensei Nakayama langsung melompat ke belakang dengan ketakutan, dan kemudian melarikan diri. Selanjutnya seharian itu aku tidak melihatnya dimanapun.
Saat itu Thai boxing sangat populer di Thailand, dan surat kabar lokal telah mendengar kedatangan kami. Di pemberitaan dimuat bagaimana jadinya jika seorang juara Thai boxing akan melawan praktisi karate dalam sebuah pertandingan. Orang Thailand sangat bangga mempunyai olah raga ini. Beberapa surat kabar ada yang menceritakan tentang kami, bahkan membandingkan karate dengan Thai boxing. Sejak itu hampir setiap hari aku pergi menyaksikan beberapa pertandingan Thai boxing untuk melihat seperti apa bentuknya. Aku sangat percaya diri mampu mengalahkan mereka (saat itu aku juga masih muda). Aku berkata pada Sensei Nakayama,” Sensei aku bisa saja mengalahkan mereka, aku tahu aku mampu”. Saat itu tradisi di Thailand si penantang harus melawan asisten senior lebih dulu. Jika si penantang berhasil mengalahkan si asisten, maka dia baru berhak menantang seniornya. Karena itu aku ingin sekali menantang petarung Thai boxing.
Namun demikian si juara Thai boxing ternyata juga hadir menyaksikan demonstrasi karate kami. Sensei Nakayama kemudian menampilkan teknik dasar karate seperti pukulan, tendangan, tangkisan, pergerakan badan dan berbagai variasi teknik lainnya. Sang juara Thai Boxing akhirnya menyadari bahwa karate mempunyai lebih banyak teknik daripada Thai Boxing. Dia berpendapat pertandingan apapun antara kedua bela diri ini akan menjadi tidak adil. Keduanya terlalu berbeda. Karena itulah kami tidak pernah mengadakan sebuah pertandingan.
Masyarakat lokal tampaknya tidak begitu gembira dengan keputusan kami, dan kami mendapat pemberitaan buruk dari media karenanya. Suatu hari ketika kami sedang berjalan bersama, tiba-tiba seorang anak menghampiri kami. Selanjutnya dengan terang-terangan dia menantang kami untuk berkelahi dengannya. Sensei Nakayama hanya menjawab,”tidak”, dan kami mencoba meneruskan perjalanan. Saat mencoba menghindar, tiba-tiba anak itu melayangkan tendangan ke kepala Sensei Nakayama. Kemudian anak itu telah terbujur pingsan di tanah. Sensei Nakayama telah melakukan sesuatu yang sangat cepat, dan hingga kini aku masih belum tahu apa yang terjadi. Kemudian Sensei Nakayama mengatakan, “lari !”, dan kami segera menyingkir dari tempat itu.
Sensei Nakayama merasa sangat malu dengan perbuatannya telah menyerang anak yang menantangnya tempo hari, karena Master Funakoshi telah melarangnya terlibat dalam perkelahian. Tubuhnya hanya bereaksi ketika tendangan itu mengarah padanya. Dia berpesan padaku agar tidak mengatakan pada siapapun tentang kejadian hari itu, karena Master Funakoshi akan sangat marah padanya. Tentu saja sekarang beliau telah meninggal, sehingga tidak apa-apa jika aku menceritakan kisah ini pada kalian. Apalagi hal itu telah menunjukkan kebesaran dan kerendahan hatinya.
Kejadian lain adalah saat aku dan Sensei Yaguchi membantu Sensei Nakayama di akademi militer Jepang. Setiap tahun ada akademi militer dan Sensei Nakayama diminta mengajar bela diri sebagai bagian program pelatihan. Tentu saja di Jepang ada budaya memberi hadiah pada instruktur, karena itulah beberapa murid bertanya padaku dan Sensei Yaguchi hadiah apa yang disukai Sensei Nakayama. Sensei Yaguchi menjawab (bergurau),”Oh, dia suka dengan ular”. Murid-murid melihat padaku dan akupun mengangguk.,”Ya benar, dia sangat menyukai ular”. Kemudian aku dan Sensei Yaguchi tertawa dengan hal itu. Kami kira murid-murid juga menyadari bahwa kami hanya bercanda dan kamipun melupakannya.
Tidak lama sesudah itu beberapa murid membawa sebuah hadiah yang dibungkus dengan cantik kepada Sensei Nakayama. Saat itu aku dan Sensei Yaguchi juga sedang di kantor bersama Sensei Nakayama. Murid-murid meletakkan hadiah itu diatas meja sambil mengucapkan terima kasih pada Sensei Nakayama atas segala latihan yang telah diberikan. Sensei Yaguchi dan aku samar-samar mendengar suara berdesis berasal dari dalam kotak, dan dengan sangat terkejut kami saling melihat satu sama lain. Kami tidak dapat berkata apapun selain menyadari murid-murid telah menganggap serius perkataan kami tempo hari. Ternyata mereka telah mendaki ke gunung dan menghabiskan banyak waktu berburu sepasang ular yang bagus sebagai hadiah.
Tentu saja, setelah Sensei Nakayama membuka hadiah itu dia segera melemparkannya dan melarikan diri dari ruangan. Sepanjang hari itu kami tidak melihatnya. Karena bingung apa yang harus dilakukan, kami menuju ke rumahnya dan berbicara dengan istrinya. Kami menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan ketidaktahuan kami bahwa murid-murid ternyata percaya tentang ular itu. Dia hanya tertawa dan berkata tidak perlu khawatir, dia akan berusaha menjelaskan pada suaminya apa yang sebenarnya terjadi. Namun demikian, hal itu tampaknya tidak begitu berhasil. Dia terlanjur sangat marah dan enggan berbicara dengan kami dalam waktu yang lama.
KISAH MATSUMURA DAN LEMBU JANTAN
Pada suatu tahun, setelah sang raja telah menerima seekor lembu jantan yang bagus dari Kaisar Jepang, dia memutuskan untuk menggelar pertarungan melawan lembu jantan itu dengan Matsumura sebagai lawannya. Kabar ini dengan cepat tersebar diantara penduduk pulau itu. Orang-orang melupakan masalah mereka dan menunggu-nunggu pertarungan yang menghebohkan itu di Aizo Shuri.
Ketika didengarnya surat perintah raja, Matsumura memutuskan untuk menerima tantangan itu. Kemudian dia langsung menuju kekandang milik sang raja. Penjaga sapi yang dungu itu terlihat tercengang ketika melihat Matsumura berdiri di pintu, seorang laki-laki yang dianggap setengah dewa oleh orang-orang Okinawa.
"Boleh kulihat lembu itu ?" tanya Matsumura mencairkan suasana.
"Terserah kau saja", akhirnya dia menjawab dengan jawaban yang kurang menyenangkan dan membawa Matsumura mendekati kandang.
"Tolong jangan katakan kepada siapapun bahwa aku sudah melihat lembu ini, dan pastikan lembunya terikat dengan kuat" kata Matsumura.
Penjaga itu mengganggukkan kepalanya dan melihat Matsumura dengan penasaran, ketika dia melepas pakaian dan topi perangnya. Pertama-tama dia memeriksa ikatan lembu jantan itu, lalu perlahan-lahan dia masuk kekandang dan mulai mendekati hewan itu.
Ketika hari pertarungan tiba, orang-orang dari seluruh pulau (bahkan dari Hama Higa yang jauh sekalipun) berdatangan ke Aizo Shuri. Suasananya penuh kegembiraan dan merekapun sudah lupa dengan masalah pajak. Mereka semua sudah bersiap-siap menyaksikan pertunjukan yang paling hebat dimuka bumi ini : Matsumura bertarung melawan lembu jantang sang raja.
Ketika lembu jantan itu dilarikan kedalam arena, sebuah raungan yang keras keluar dari mulutnya, menanti calon lawannya. Memang benar-benar hewan yang luar biasa, hingga sang rajapun harus meminta secara pribadi kepada orang-orang yang akan bertarung melawan lembu jantan itu.
Lembu jantan itu mulai bersiap-siap diiringi dengusan yang liar seiring para penonton bertepuk tangan.
Dari salah satu sudut, Matsumura muncul lengkap dengan pakaian dan topi perangnya. Dengan pelan-pelan dia berjalan mendekati lembu jantan itu. Seluruh penonton membisu menunggu peristiwa selanjutnya. Berikutnya lembu jantan itu mulai bersiap menyerang dengan mata yang menyala. Tetapi ketika lembu jantan itu mencium bau Matsumura, memberikan rasa takut baginya, segera dia melarikan diri keluar dari arena.
Tidak ada seorangpun pernah melihat yang demikian dalam hidup mereka, atau mendengar yang seperti ini. Bahkan sang rajapun penasaran, dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri bagaimana Matsumura membuat lembu jantan itu lari ketakutan bahkan tanpa menyentuhnya sedikitpun. Ketika dia tersadar kembali, dia mengumumkan kepada rakyat :
"Hari ini berdasarkan surat perintah kerajaan, Matsumura dianugerahi gelar "Bushi" (gelar pendekar) sebagai pengakuan atas kemampuannya yang luar biasa dalam seni bela diri". Sejak saat itu dan seterusnya Sokon Matsumura juga dikenal sebagai Bushi Matsumura.
Tetapi bagaimana Matsumura melakukannya? Ternyata, ketika Matsumura dikandang bersama lembu jantan yang terikat kuat itu, dia mengeluarkan dari lengan bajunya sebuah jarum yang sangat panjang. Kemudian ditusukkannya dalam-dalam ke hidung sapi jantan itu. Reaksinya tentu saja sebuah teriakan kesakitan yang sangat keras. Matsumura sangat puas dengan hasilnya, dan mengulangi proses yang sama setiap hari sampai sapi itu belajar mengenali dan takut padanya
LUCA VALDESI - ANTARA TUPAI DAN JUARA
Bagi mereka yang berlaga di nomor kata sudah tidak asing lagi dengan nama Luca Valdesi. Dirinya diakui sebagai salah satu figur yang mampu menunjukkan karakter kata Shotokan dengan maksimal. Peringkat 1 dunia ternyata sudah berhasil diraihnya pertama kali pada tahun 2000. Namun setelah itu peringkatnya sempat melorot ke posisi 2 dan 3 dunia meski akhirnya kembali ke posisi teratas. Walaupun sempat naik turun, Valdesi berhasil memantapkan posisinya di peringkat 1 dunia sejak tahun 2006 hingga sekarang. Tidak heran jika banyak lawannya dari negara lain menganggap Valdesi sebagai kompetitor terberat baik pada nomor perorangan maupun beregu.
Luca Valdesi lahir tanggal 18 Juni 1976 di Palermo, Sicilia. Awal keterlibatannya dalam karate dimulai saat usianya baru 6 tahun. Ayah dan pamannya ternyata juga memegang sabuk hitam karate, sehingga bagi Valdesi bergabung dengan tim karate tak ubahnya semacam tradisi keluarga. Di awal perkenalannya dengan karate, Andrea (ayah Valdesi) selalu membawanya di beberapa klub lokal di kota itu.
Tahun 1995 Valdesi bergabung dengan Fiamme Gialle, sebuah tim karate bergengsi yang bernaung dibawah otoritas Kepolisian Italia. Disini Valdesi dibimbing oleh Claudio Culasso yang menjabat sebagai kepala instruktur. Tidak lama kemudian sebuah turnamen lokal berskala nasional digelar di Italia. Di turnamen itu Valdesi berhasil meraih gelar pertamanya di usianya yang masih 18 tahun. Sejak itu dirinya terus mengasah kemampuannya hingga turnamen internasional tiba. Meski awalnya tidak cukup yakin mampu berlaga di nomor bergengsi kata perorangan, Valdesi ternyata berhasil menempati posisi puncak dalam European Championships yang digelar tahun 2000 itu. Dan sejak itu gelar juara dari berbagai turnamen selalu berhasil diraihnya.
Disela kesibukannya dalam karate, Valdesi tetap tidak melupakan kehidupan pribadinya. Tahun 2001 dirinya menikahi Ada Spinella, seorang penari sekaligus selebriti ternama. 3 tahun kemudian anak pertamanya, Andrea, lahir. Beberapa bulan kemudian dirinya lulus dari Universitas dengan meraih gelar sarjana dari jurusan ekonomi bisnis.
Saat ini banyak organisasi karate yang sengaja mengubah kata baik pada gerakan maupun iramanya agar terlihat lebih indah dan cepat. Valdesi menyatakan akan tetap berusaha mempertahankan prinsip dasar gerakan setiap kata. Namun demikian dirinya tidak menampik dengan kenyataan bahwa seiring berjalannya waktu, karate saat ini telah banyak berubah.
“Di semua cabang olah raga baik metode dan penampilan telah berubah. 20 tahun lalu, rekor lari berbeda, hal itu sama dengan karate. Waktu telah merubahnya.”
Antonio Diaz (kiri) dengan Chatanyara Kushanku di final turnamen WKF 2008 di Tokyo melawan Luca Valdesi dengan Gankaku. Pertandingan itu dimenangkan Valdesi.
Meskipun banyak orang yang memuji kecepatan tangan dan kaki Valdesi, namun tidak sedikit pula yang mengkritiknya. Bahkan di salah satu situs video sharing ada juga yang menyebut Valdesi sebagai si “tupai” karena saking cepatnya. Sebuah komentar negatif namun cukup menggelikan memang. Ada juga komentar miring lainnya yang menilai gaya Valdesi dianggap terlalu menonjolkan sisi sport karate daripada esensi teknik. Dengan kata lain, Valdesi hanya dianggap terlalu mementingkan keindahan gerak tak ubahnya penari dibanding menunjukkan makna bela diri. Namun karena itulah yang dituntut dari sport karate, gaya Valdesi agaknya tidak perlu diperdebatkan.
Jika setiap orang yang berlatih karate mempunyai kata favorit, maka demikian pula halnya dengan Valdesi.
“Kata favoritku adalah Unsu dan Gankaku. Yang pertama adalah sebuah kata yang sangat cepat dan spektakuler. Aku dapat menunjukkan karakterku didalamnya; yang kedua merupakan kata paling sulit di Shotokan karena membutuhkan keseimbangan dan konsentrasi yang besar….tubuh dan pikiran..”
Barangkali dari sebagian banyak rival Valdesi hanya Antonio Diaz yang terbilang cukup tangguh untuk berlaga dengannya. Antonio Jose Diaz Fernandez adalah karateka Venezuela terbaik yang meraih medali perunggu dalam turnamen di tahun 2002, 2004 dan 2006 di nomor kata perorangan. Diaz yang terkenal dengan kata Chatanyara Kushanku sebagai andalannya ini juga menjadi juara pertama di turnamen Pan America di tahun 2005, 2006 dan 2007. Terakhir Diaz berhasil meraih medali emasnya di Curacao (2009). Meski pertemuan Valdesi dan Diaz cukup sering (11 kali total), penampilan mereka tidak pernah membosankan. Penonton agaknya selalu penasaran siapa pemenang antara Valdesi (Unsu – Gankaku) dengan Diaz (Superimpai – Chatanyara Kushanku)
Di usianya sekarang (2009) yang sudah terbilang tua sebagai atlit, Valdesi masih saja aktif berlaga di nomor spesialisasinya yaitu kata perorangan. Di tengah persaingan yang semakin ketat dengan munculnya atlit baru yang lebih muda dan enerjik, nama Valdesi ternyata masih sulit digeser dari peringkat 1 dunia saat ini. Bicara masalah keinginannya selepas pensiun dari kompetisi karate, Valdesi begitu antusias ingin keliling dunia sambil memberikan berbagai seminar dan pelatihan.
“Aku ingin berkeliling dunia memberikan pelajaran dan seminar dan aku menyukainya. Aku juga ingin berbagi apa yang telah kupelajari untuk membantu membimbing calon kompetitor baru dalam turnamen.” ungkapnya
SANG MASTER - LELAKI TUA
Saat masih berusia tujuh belas tahun, aku sering merenung kelak diriku akan mengikuti pelajaran karate dari Master Funakoshi. Saat begitu bersemangat mengingat sosok seperti apakah dia, aku ingin turut berbagi beberapa pelajaran yang telah kuperoleh saat bersamanya. Selain itu juga karate dari sudut pandangku secara pribadi selama aku menghabiskan waktu bersama Master Funakoshi.
Gichin Funakoshi dilahirkan tahun 1868 di Shuri, Okinawa. Sebagai anak yang bertubuh kecil dan lemah, dia mulai berlatih karate, belajar dibawah Yasutsune Itosu dan Yasutsune Azato (dan sesekali Sokon Matsumura). Funakoshi menjalani latihannya di malam hari, setelah menyelesaikan pekerjaannya mengajar di sekolah pada hari itu. Adalah sudah biasa baginya melihat fajar yang baru setiap usai latihan. Dia tumbuh menjadi seorang ahli kaligrafi (tulisan kanji) dan seorang pendidik yang terlibat mengajar anak-anak muda di kotanya.
Titik balik untuk Funakoshi tiba tahun 1922 saat dirinya diundang ke Tokyo sebagai wakil Prefektur Okinawa untuk mendemonstrasikan karate di acara Eksibisi Tahunan Atletik yang pertama. Sebuah acara untuk anak muda Jepang yang didukung oleh Menteri Pendidikan. Demonstrasi itu menuai sukses dan setelah itu Funakoshi menerima permohonan yang terhitung jumlahnya untuk mengajar karate. Dia memutuskan untuk tinggal di Tokyo dan tetap disana hingga kematiannya, menyebarkan karate sebagai ilmu untuk melatih fisik dan mental, terutama dengan mengajar para mahasiswa di Universitas. Saat itu Funakoshi sudah berusia lima puluhan, yang membuatnya lalu dianugerahi gelar “Bapak Karate Moderen.”
Saat itu di Jepang orang-orang dengan usia lima puluhan umumnya telah memasuki masa pensiun. Namun tidak demikian halnya dengan Master Funakoshi, disamping sedikitnya dukungan ekonomi, dia memutuskan untuk memulai hidup yang baru di Tokyo. Sejak itu dan selanjutnya menjadi sebuah episode yang sangat populer dalam hidupnya.
Karena kesulitan ekonomi, Prefektur Okinawa tidak mampu menyediakan dukungan finansial dalam bentuk apapun pada Funakoshi. Karena itulah Master Funakoshi diijinkan tinggal di Meisei Juku, sebuah asrama bagi pelajar Okinawa dengan sebagai gantinya mengerjakan bermacam-macam pekerjaan di asrama.
Suatu hari seorang wartawan datang ke asrama untuk mewawancarai Funakoshi. Setibanya disana, dia melihat seorang pembantu yang tengah menyapu di kebun. Diapun bertanya dengan nada bicara yang angkuh,”Master Funakoshi ada?” Pembantu itu dengan sopan mengajak wartawan itu ke ruang lukis dan memintanya untuk menunggu sebentar. Sesaat kemudian pembantu di kebun itu muncul kembali, namun kali ini dengan mengenakan busana yang lebih rapi. Saat itulah wartawan itu sadar bahwa pembantu dan Master Funakoshi adalah orang yang sama. Terlihat terkejut, wartawan itu membungkuk dalam-dalam pada Funakoshi, benar-benar meminta maaf atas ketidaksopanannya. Namun demikian, Funakoshi telah melupakan kejadian itu dan selalu tersenyum selama wawancara.
Di tahun-tahun berikutnya Master Funakoshi tidak akan melupakan sebuah masa dalam hidupnya, dimana sang Master hidup dalam serba kekurangan. “Aku tidak pernah menganggapnya sebagai sebuah kesulitan” dia menjelaskan. “Lebih dari itu, aku berterima kasih pada segala aspirasi dan mimpiku untuk menyebarkan karate. Aku sudah cukup merasa bahagia.”
Aku telah belajar dari Master Funakoshi bahwa kau selalu bisa memulai jalan yang baru, tidak masalah berapa usiamu, dan hatimulah yang akan menentukan kebahagiaanmu sendiri.
Ada juga sebuah kisah lucu diantara kami para murid saat itu tentang rasa penasaran pada sebuah pertanyaan: Apakah Sensei Funakoshi masih benar-benar tangguh di usianya yang sudah delapan puluhan? Satu insiden yang terjadi dikemudian hari menyadarkanku bahwa diluar usia yang masih muda, kami bukanlah tandingan untuk sang Master.
Saat itu aku pergi menjemput Master Funakoshi dan bermaksud mengantarkannya kembali ke dojo universitas kami dengan menumpang sebuah taksi. Duduk disampingnya dan menghadap ke depan, terlintaslah sebuah pikiran di benakku: apa yang akan terjadi jika sekarang aku mencoba kebolehan Sensei Funakoshi? Tiba-tiba Funakoshi menjawab dengan suara yang perlahan,”Kanazawa, apa yang baru saja kau pikirkan?”
“Tidak ada,” aku menjawabnya dengan gugup, menyadari bahwa dia telah membaca pikiranku. “Tidak ada sama sekali.”
Pada kesempatan lain aku begitu terkejut saat mendengar Master Funakoshi mengakui bahwa ada beberapa hal yang tidak mampu dilakukannya.
Saat itu kami sedang berlatih kata Kanku Dai. Aku mengamati dengan cermat setiap gerakan Sensei Funakoshi, dan mengerjakan setiap gerakan persis seperti yang telah ditunjukkannya pada kami. Namun meski demikian, dia datang menghampiriku dan berkata,”Kanazawa, kau harus melebarkan kedua kakimu lebih jauh dan merendahkan pinggulmu lebih rendah lagi.”
“Ya, Pak,” aku segera menjawabnya. Tapi karena masih kebingungan dengan perkataannya, aku masih saja berdiri dalam posisi yang telah dicontohkan oleh Sensei Funakoshi sebelumnya.
“Aku sudah tua, aku tidak mampu melakukan hal ini,” sang Master menambahkan. “Tapi kau masih muda. Masa muda adalah waktunya memperkuat kedua kakimu.”
Saat berlatih kata yang sama di kesempatan yang lain, aku membentangkan kedua tanganku dalam gerakan pembuka secara perlahan mirip dengan apa yang kulihat dari Master Funakoshi. Saat melihat hal ini sang Master berkata,”aku melakukannya karena usiaku. Saat kau masih muda, irama sangatlah penting.” Dia lalu memerintahkanku untuk mengerjakan gerakan itu dengan lebih baik dalam dua langkah.
(Catatan Admin: yang dimaksud dua langkah adalah gerakan pembuka Kanku Dai. Setelah kedua tangan mengarah perlahan keatas – melihat langit –, dengan cepat terbuka dan mengarah kebawah lagi dengan perlahan. Funakoshi tidak mampu melakukan gerakan yang cepat itu).
Masa muda dan pengalaman tidak mungkin dikuasai secara bersamaan. Sejak perjumpaanku dengan Master Funakoshi, konsep yang satu harus dikorbankan demi meraih yang lain telah menjadi bagian hidupku.
Dalam dunia serangga larva dan serangga dewasa akan berbeda baik bentuk maupun kebutuhan makanannya. Sementara manusia tidak mengalami perubahan bentuk seperti pada serangga, setiap tahap perkembangan manusia – bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia – kita adalah makhluk yang berbeda dan tubuh kita perlu kebutuhan yang berbeda pula.
Saat Master Funakoshi menyarankan untuk meninggalkan segala aktivitas yang dapat menganggu selama tahap pertumbuhan, para instruktur harus melakukan upaya khusus untuk anak-anak agar lebih berani mengikuti berbagai latihan. Dan saat bergabung dengan latihan, sangatlah penting bagi anak-anak muda untuk menentukan satu tujuan bagi dirinya sendiri, sekaligus menikmati usaha dalam mencapainya. Apalagi melihat dunia yang baru, berjumpa dengan orang-orang yang baru dan melatih pikiran sebenarnya lebih penting dari sekedar meningkatkan jumlah latihan fisik. Mempertajam perasaan tidak hanya dapat mengembangkan naluri seni bela diri di masa depan, namun juga membentuk karakter.
Masa remaja adalah saat awal menuju kedewasaan dan penuh dengan pergolakan. Adalah satu masa untuk senantiasa khawatir dan introspeksi saat hubungan antara pikiran dan jiwa keluar dari keseimbangannya. Pertama-tama, rasa rendah diri, lemah, takut dan kemarahan harus diatasi lewat memperkuat diri sendiri. Jalan terbaik untuk mencapai tujuan ini adalah menjalani latihan fisik sekaligus berusaha menyatu dengannya.
Master Funakoshi sangat menyukai kebersihan dan masih kuingat penampilannya yang selalu rapi. Kapanpun masalah datang, aku menemukan bahwa latihan dan membersihkan memungkinkanku menemukan sebuah jalan keluar. Sekalipun saat di universitas para mahasiswa senior akan memintaku menggosok jalan masuk asrama, aku akan melakukannya hingga aku dapat melihat apa yang kupikirkan di bayangan lantai yang mengkilap. Aku percaya bahwa pondasi karate sesungguhnya berakar dalam hidup sehari-hari. Itulah sebabnya aku melakukan kegiatan khusus (membersihkan asrama) untuk menggerakkan baik tubuh bagian kiri dan kanan, dengan begitu akan melatih seluruh anggota badanku.
Ilmu pengetahuan sekarang membuktikan bahwa seimbang menggunakan belahan otak kiri dan kanan akan meningkatkan daya ingat. Dengan demikian latihan yang dilakukan tubuh untuk mendukung hal itu menjadi sangat penting. Sementara aku tidak dapat berbicara dari sudut pandang seorang ilmuwan, aku telah membuktikan sejak awal bahwa rutinitas dan menghargai tanggung jawab dalam hidup sehari-hari akan bermanfaat pada keseimbangan tubuh dan pikiran secara alamiah.
Demikianlah, masa remaja adalah saat untuk meraih kekuatan dan membangun rasa percaya diri. Jika kau tidak menyukai dirimu sendiri maka mustahil untuk menyukai orang lain.
Hal penting dalam karate yang menghubungkan tubuh dan pikiran adalah: teriakan semangat (kiai), perut dan pinggul. Tiga komponen inilah yang akan membawa seseorang pada tahap lebih kuat untuk mencapai kedamaian dan tentu saja mampu mengendalikan diri sendiri
Saat aku mengajar di luar negeri, dalam perjalanan tambahan sekalipun aku sebagai seorang instruktur, meski kondisi mentalku masih bertenaga ternyata fisikku sudah mencapai batas kelelahannya. Dalam kondisi seperti ini, latihan pernapasan dan kiai dapat membantuku memulihkan tenaga. Saat aku sedang bersemangat, dua latihan ini membantuku menekan perasaan tegang. Dan ketika kondisi mentalku menurun, latihan itu membantuku membangkitkan energi dari dalam tubuh.
Saat tubuh manusia telah berhasil mencapai kedamaian, maka berikutnya adalah membaginya dengan orang lain. Kita sebagai manusia mustahil bertahan hidup seorang diri. Saat berlatih kumite kita harus belajar menyesuaikan gerakan kita dengan lawan. Kita belajar “membaca” pikiran lawan dan dari sana kita belajar bagaimana menghormatinya. Ketika perasaan menghormati lawan telah ada maka rasa takutpun sirna dan kita akan menemukan bahwa kita tidak lagi mempunyai lawan.
Satu contoh dari jaman lama di Jepang yang mampu mengilustrasikan hal ini adalah rasa hormat seorang samurai pada lawannya yang mengakuinya sebagai “musuh terhormat.” Ada semacam bentuk keindahan yang ditunjukkan dari rasa saling hormat seperti itu.
Ketika kita belajar saling memberi kedamaian dengan orang lain, kita meningkatkan lagi dengan berusaha memberi kedamaian bagi masyarakat, alam sekitar, bumi dan akhirnya alam semesta. Satu contoh yang dapat menjelaskan hal ini adalah lewat mengenal orang lain dengan memberikan salam yang baik.
Saat berlatih di dalam dojo, umumnya kita akan memberi hormat tiga kali – sekali pada tempat kita saling berbagi untuk berlatih (dojo itu sendiri), sekali pada instruktur kita, dan sekali pada sesama rekan berlatih. Sebelum berlatih tanding kita membungkuk untuk memberi hormat pada lawan, dan saat mengerjakan kata tertentu kita menempatkan kedua tangan kita bersamaan untuk menandakan sebuah makna tertentu – yang menunjukkan kita tidak mempunyai maksud tersembunyi; keseimbangan yin dan yang; masa kini yang hadir diantara masa lalu (diwakili tangan kanan) dan masa depan (diwakili tangan kiri); dan harapan kita ke masa depan. Mereka yang sungguh-sungguh paham betapa menakjubkannya hal ini menunjukkan telah meraih martabat yang bersahaja. Dan saat rasa bersyukur telah diraih sebagai konsekuensi alamiah dibawah pencipta alam semesta ini, kedamaian pikiran dan sebuah wajah yang ramah akan senantiasa tampil.
Lebih jauh, ada bentuk salam verbal “Osu,” yang ditulis dengan huruf kanji Cina. Huruf pertama berarti “menekan”, karakter yang selalu berusaha untuk maju, dan semangat bertarung. Huruf kedua berarti “menahan” (beban, tantangan atau penderitaan) yang menekankan sebuah petunjuk bahwa hanya melalui ketekunan maka segala rintangan atau kemunduran dapat diatasi. Arti dari salam “Osu” selalu mengingatkan kita bahwa melalui usaha yang disiplin dan sungguh-sungguh maka kita akan dapat meraih apa yang kita impikan.
Apa yang telah kupelajari dari karate? Aku telah belajar bagaimana membuat diriku bahagia sekaligus mencapai kedamaian. Bagi umat manusia, kematian adalah hal yang tidak terelakkan dalam hidup. Karena itulah, aku ingin berbagi dengan orang lain apa yang telah kupelajari selama ini. Merasa bahagia sementara orang di sekitarku tidak demikian bukanlah kebahagiaan sejati. Itikad baik yang mampu menembus batas negara, ras dan suku menunjukkan inti sebenarnya dari seni bela diri.
Saat aku berusia dua puluhan, aku bertemu Master Funakoshi untuk pertama kalinya yang saat itu telah berusia delapan puluhan, dan saat itu aku berpikir ingin menjadi sepertinya. Dari sudut pandangku ini dirinya juga sebagai seorang contoh yang harus diikuti. Kita juga, mempunyai sebuah kewajiban untuk menjalani hidup dengan sebenar-benarnya dan menjadi contoh bagi generasi muda hari ini.
Hidup dan proses menjalaninya adalah sebuah seni